Dampak Pembangunan Tol Trans Sumatera, Warga Kesulitan Air

SENIN, 23 MEI 2016

LAMPUNG — Proyek jalan tol trans sumatera (JTTS) ruas Bakauheni Lampung Selatan-Terbanggi Besar Lampung Tengah sepanjang sepanjang 140,410 kilometer terus dilakukan dengan proses pembersihan lahan (land clearing) melewati sejumlah desa dari titik nol di Desa Bakauheni hingga Desa Hatta.
Di samping menggusur lahan pekarangan, bangunan perumahan, lahan pertanian subur, lembah, perbukitan, lahan sawah produktif, ladang tadah hujan serta kawasan perumahan, proyek tol ini ternyata juga menggusur beberapa sumber mata air besar atau sedang milik warga di pedesaan diantaranya milik warga Dusun Cilamaya Desa Bakauheni Lampung Selatan.
Salah satu warga Dusun Cilamaya,Leman (40) mengungkapkan lahan tol yang saat ini dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (PP) sedang dilakukan pengurukan oleh PT LMA dengan material batu merupakan cekungan dari perbukitan yang selama ini merupakan lokasi sumber mata air dan sungai. Sungai dan beberapa mata air tersebut bahkan digunakan warga sebagai tempat mengambil air dan empang tempat memelihara ikan.
Tercatat oleh warga ada sebanyak empat sumber mata air besar atau sendang yang masing-masing menjadi tumpuan sumber air warga, baik di musim kemarau maupun musim hujan. Dari mata air di sendang itulah mengalir sepanjang waktu air bersih yang menjadi sumber mata air bagi puluhan warga yang tinggal di sendang tersebut. Selain itu keperluan mencuci dilakukan di sendang tersebut selama berpuluh puluh tahun.
“Belik atau sendang di sini sangat penting karena warga tidak punya sumur tapi akibat tertimbun material longsor dan sudah digusur warga terpaksa mencari sumber mata air baru dan harus membeli air bersih”ungkap Leman kepada Cendana News, Senin (23/5/2016).
Meski tidak pernah mengetahui debit air di beberapa mata air tersebut, lokasi yang berada di cekungan sumber mata air telah menjadi sumber air bagi warga selama puluhan tahun sebelum akhirnya tergusur tol trans Sumatera. Leman mengakui kaum perempuan dan anak anak terpaksa menggunakan sumber mata air baru yang lokasinya lebih jauh. Beberapa bahkan harus mengambil air menggunakan jerigen dan mengangkutnya menggunakan kendaraan roda dua.
Selain sumber mata air yang hilang akibat proyek tol sumatera, warga mengakui sumber mata pencaharian yang selama ini ditekuni terganggu dan bahkan sebagian mati. Mata pencaharian yang terganggu diantaranya pencarian pasir sungai secara tradisional menggunakan irig (wadah bambu) mengalami penurunan kualitas dan kuantitas.
Penurunan kualitas pasir kali yang ditambang warga diakui akibat tercampurnya pasir dengan tanah padas longsoran material tol yang mengalir ke sungai. Kualitas pasir kali tercampur material tanah padas mengakibatkan permintaan pasir berpindah ke tempat lain.
“Sekarang harus memisahkan pasir tercampur tanah dan yang tidak karena harganya lebih murah jika tercampur tanah padas padahal proses mencarinya masih manual,”ungkap Sobri salah satu pencari pasir.
Pasir tercampur material tanah padas dibeli pengepul dengan harga Rp100ribu sementara pasir tak tercampur bisa dibeli dengan harga Rp150ribu per satu rit. Warga pencari pasir terpaksa membendung aliran air sungai agar material padas tidak tercampur pasir meski saat hujan bendungan jebol.
Pengrajin batu bata yang memiliki tobong (lokasi pembakaran batu bata) pun terimbas dengan penggusuran tol akibat tidak memiliki akses mengeluarkan batu bata yang telah jadi. Putusnya akses jalan membuat, Marjaya, salah satu pengrajin batu bata tidak beroperasi sejak Januari tahun ini. Akibatnya mata pencaharian utama sumber penghasilan bagi keluarganya harus gulung tikar.
Pemilik tobong bata ini bahkan mengakui jika sebelum penggusuran tol trans sumatera dirinya mampu menghasilkan batu bata sebanyak 600 buah perhari menggunakan alat molen. Kini tobong bata miliknya berhenti beroperasi akibat pasokan air sulit dan akses jalan terputus.
Untuk diketahui, tol Trans Sumatera adalah proyek jalan bebas hambatan sepanjang 2.818 kilometer dengan rute dimulai dari pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, hingga Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Rencana pembangunan segmentasi konstruksi jalan Tol Trans Sumatera di Lampung tersebut dibangun 3 tahap. Jalan tol direncanakan melintasi Bakauheni, Lampung Selatan melewati sebelah Timur Kota Bandar Lampung hingga Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Pada tahap pertama, pembangunan sudah dilakukan di jalur Bakauheni-Natar dengan panjang 104,7 km. Jalan tol sepanjang 104,7 km ini akan melewati Kecamatan Bakauheni, Penengahan, Ketapang, Palas, Kalianda, Way Panji, Sidomulyo,Candipuro, Katibung, Merbau Mataram, Tanjung Bintang, Jati agung, hingga Natar di Kabupaten Lampung Selatan.
Pada tahap kedua, pembangunan dilakukan di jalur Babatan-Tegineneng dengan panjang 59,202 km. Sedangkan tahap ketiga jalur Tegineneng-Terbanggi Besar sepanjang 34,135 km.
Dengan demikian total panjang Jalan Tol Trans Sumatera dari Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi Besar 140,410 km.
Hutama Karya menjadi perusahaan milik negara pertama yang mendapat kesempatan menggarap jalan ini karena telah mengantongi surat penetapan persetujuan lokasi pembangunan. Selain Hutama Karya konsorsium pembangunan Tol Trans Sumatera juga dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan serta beberapa perusahaan  konsorsium milik BUMN  lain.
Jalan Tol Trans Sumatera terbagi dalam empat koridor utama dan tiga koridor prioritas jaringan jalan tol:
Keempat koridor utama:
1. Bandar Lampung (Lampung)-Palembang (Sumatera Selatan) 358 km,
2. Palembang-Pekanbaru (Riau) 610 km,
3. Pekanbaru-Medan (Sumatera Utara) 548 km, dan
4. Medan-Banda Aceh (NAD) 460 km.
[Henk Widi]
Lihat juga...