RABU, 3 FEBRUARI 2016
Jurnalis: Henk Widi / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Henk Widi
LAMPUNG—Maraknya pengiriman satwa jenis burung dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa menggunakan moda transportasi kendaraan bus penumpang menjadi perhatian serius dua Balai Karantina Pertanian wilayah Provinsi Lampung dan Balai Karantina Provinsi Banten. Pengiriman satwa burung yang dikirim oleh pengirim satwa bersamaan dengan penumpang mendapat keluhan terutama pengguna jasa transportasi publik khususnya jenis transportasi bus.

Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon Provinsi Banten dan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung wilayah kerja Pelabuhan Bakauheni terus melakukan kordinasi dengan polisi,BKSDA dan instansi terkait persoalan lalulintas satwa liar tidak dilindungi yang mengunakan angkutan bus penumpang.
Penanggungjawab Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung Wilayah Kerja Bakauheni dr.Azhar mengungkapkan peningkatan kordinasi lintas sektoral untuk peningkatan langkah operasional sangat diperlukan untuk meminimalisir pengiriman satwa jenis burung tersebut.
“Beberapa jenis burung merupakan satwa yang menjadi satwa liar tapi tidak dilindungi dan kerap dilalulintaskan menggunakan kendaraan bus penumpang,”ungkap dr Azhar dalam kordinasi dengan Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon Rabu (3/2/2016).
Menurut drh Azhar pengiriman satwa liar tak dilindungi jenis burung dikuatirkan menjadi media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) sehingga saat dilalulintaskan dikuatirkan membawa penyakit Avian Influenza (AI). Ia mengungkapkan selama ini BKP Kelas I Bandarlampung telah melakukan pengamanan terhadap kendaraan bus dari beberapa perusahaan otobus yang melalulintaskan satwa jenis burung.
“Sebagian besar pengiriman kita tolak dan dikembalikan ke pengirim burung jika kita amankan satwa jenis burung yang akan dikirimkan ke Pulau Jawa tanpa dokumen serta menyalahi prosedur,”ungkap Azhar.
Beberapa kasus pengamanan satwa liar tidak dilindungi jenis burung tersebut rata rata dilakukan akibat beberapa persyaratan yang tak dilengkapi diantaranya; Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), Surat Izin Pengumpul dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) serta surat dari karantina pertanian.

Penanganan terakhir pihak karantina dilakukan dengan melakukan pelepasliaran satwa liar tanpa dilindungi tersebut diantaranya jenis satwa jenis burung ciblek,burung perkutut,burung kutilang dan beberapa jenis burung lainnya.
Meski berbagai kejadian pengiriman satwa liar tidak dilindungi jenis burung dikirim dalam jumlah besar tanpa dokumen kerap dilepasliarkan namun pengiriman masih tetap dilakukan setelah diberikan pemahaman terhadap para pengirim yang sebagian merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Peningkatan kordinasi tersebut juga sangat diharapkan oleh Kepala pihak Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon, Bambang, mengungkapkan selama ini pelayanan pihak karantina dalam pengurusan dokumen pengurusan karantina. Selama ini diharapkan pengiriman satwa burung menggunakan kendaraan bus bersama penumpang bisa dilayani dengan cepat dalam pengurusan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
“Selama ini keluhan dari pengguna jasa kendaraan jenis bus yang menunggu lama sehingga perlu penanganan lebih cepat dalam pelayanan”ungkap Bambang.

Bambang mengungkapkan saat ini belum ada kesepakatan terkait larangan pengiriman satwa burung menggunakan kendaraan jenis bus penumpang. Keputusan soal larangan tersebut masih akan dibahas bersama beberapa pihak agar tidak merugikan para pelaku usaha pengiriman burung.
Pengirim Satwa Burung Mulai Melakukan Pengurusan Dokumen
Para pelaku usaha bisnis penjualan burung tidak dilindungi jenis burung berdasarkan catatan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung saat ini mencapai belasan dan rata rata sudah mulai melengkapi dokumen yang dipersyarakatkan karantina.
Salah satu pemilik usaha pengepul,pengirim burung dari wilayah Lampung Selatan, Ulun (36) mengaku beberapa kali satwa liar jenis burung miliknya dilepasliarkan pihak karantina karena tidak memiliki dokumen.

“Kami hanya warga kecil yang mencari makan dengan usaha mengirim burung liar untuk dijual lagi di Pulau Jawa dan kami mulai melakukan pengurusan dokumen yang dipersyaratkan ,”ungkap Ulun.
Ia mengaku dengan pengurusan dokumen diantaranya SKKH,surat izin pengumpul dari BKSDA, dan kendaraan pengirim yang seharusnya. Ulun mengaku setelah memperoleh pengarahan terkait prosedur pengiriman satwa tak dilindungi jenis burung tersebut ia mengaku tidak mengalami kesulitan karena ia membayar PNBP dan melengkapi prosedur.
Ulun mengaku melakukan pengiriman satwa jenis burung sejak tahun 2010 dan mengirimkan satwa burung tak dilindungi ke sejumlah pasar burung di Jakarta,Tangerang. Satwa jenis burung tersebut rata rata digunakan untuk kegiatan tertentu serta upacara khusus pelepasan burung dan berbagai keperluan warga diantaranya untuk dipelihara. Ia mengaku bersama beberapa pengusaha pengiriman burung dilakukan menggunakan kendaraan khusus jenis truk bukan menggunakan bus penumpang.