MINGGU, 3 JANUARI 2016
Jurnalis: Turmuzi / Editor: Sari Puspita Ayu / Foto: Turmuzi
Lombok—Meski Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah penyumbang swasembada pangan nasional, namun hal tersebut terancam tidak akan bisa tetap berlansung, pasalnya tidak banyak anak muda di NTB sekarang ini, lebih-lebih yang telah berpendidikan dan menjadi sarjana berminat, apalagi sampai tertarik tetap menjadi petani.

“Anak muda sekarang pada malas, sedikit sekali yang mau bekerja ke sawah, apalagi yang sudah sekolah dan sampai mengenyam pendidikan tinggi, mereka gengsi bekerja ke sawah” kata Mindri, petani dan juga anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dusun Pantek, Desa Banyu Urip, Kabupaten Lombok Tengah, Minggu (3/1/2016)
Kebanyakan yang bekerja sebagai petani menggarapa sawah sekarang ini adalah masyarakat orang tua, kalaupun ada anak muda yang mau ke sawah, hanya satu dua orang, itu juga dilakukan terkadang terpaksa, karena tidak ada pilihan lain, atau pemuda desa yang melanjutkan sekolah
Sudarmadi petani lain mengatakan, minat anak muda sebagai generasi penerus seperti dulu sewaktu kita muda, sekarang anak muda pada malas, kalau mereka bekerja jadi pegawai atau pekerjaan lain, tidak jadi persoalan
“Tapi kerjaan hanya nongkrong dan berdiam diri di rumah dan hanya mengandalkan orang tua menggarap sawah, sementara tenaga kita menggarapa sawah sudah mulai berkurang, kalau tidak mereka yang meneruskan siapa lagi” ungkapnya
Lebih lanjut Sudarmadi menyebutkan, dirinya hawatir kalau minat anak muda sekarang sudah tidak lagi besar menjadi petani, mau diapakan hamparan sawah yang, padahal sebagian sawah yang dimiliki petani merupakan sawah warisan secara turun temurun dan tidak boleh dijual
Untuk diketahui, produksi gabah dihasilkan petani NTB hampir setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Tahun 2015 saja, meski ratusan lahan pertanian dilanda kekeringan yang menyebabkan puso, tapi produksi gabah petani NTB tetap naik hingga mencapai 2,1 juta ton