Petani yang telah mendapatkan pinjaman modal, bibit, pupuk maupun obat-obatan nanti ketika musim panen tiba harus menjual tembakaunya hanya kepada rentenir bersangkutan dan tidak boleh menjual kepada pembeli lain.
“ketentuan tersebut memang sangat merugikan petani, karena dibeli dengan harga murah dibandingkan dengan harga tembakau petani yang menanam tembakau menggunakan modal sendiri” terangnya.
Petani yang menggunakan modal sendiri untuk membiayai tanaman tembakau mulai dari bibit, obat-obatan sampai pupuk setiap musim panen tiba satu kwintal tembakau dihasilkan bisa dijual dengan harga 400 sampai 500 ribu, sementara tembakau petani yang dibeli rentenir harganya berkisar antara 150 sampai 170 dan paling mahal 250, dengan kualitas daun tembakau sangat bagus.
“Ini kan jahat sekali, tapi mau bagaimana mau mengharap bantuan pemerintah susah,”katanya.
Pengakuan berbeda datang dari Inaq (ibu) Haeriah petani asal Desa Banyu Urip, Kabupaten Lombok Tengah yang setiap musim kemarau tiba tidak pernah jera menanam tembakau, karena menurutnya dibandingkan tanaman pertanian lain seperti palawija, tanaman tembakau jauh lebih menguntungkan dengan perawatan tidak terlalu sulit
“Kalau saya setiap musim kemarau tiba selalu tanam tembakau dan jarang kena tipu karena menggunakan modal sendiri dan tidak terikat, jadinya ketika musim panen tiba, siapa yang mau membeli tembakau saya dengan harga tinggi, maka itulah yang aka saya kasih membeli dengan sistim pembelian ada barang ada uang” katanya
Menurut Haeriah, prinsipnya kalau tidak ingin rugi terkena tipu jangan mau dikasih pinjaman sama rentenir, cari pinjaman ditempat lain yang tidak terkait dengan penjualan tembakau atau bisa juga menjual apa saja, kecuali memang rugi karena cuaca hujan dan menimbulkan kerusakan tanaman tembakau, jelas tidak bisa dihindari