![]() |
Nata de Coco |
LAMPUNG – Potensi buah kelapa yang ada di Lampung Selatan, Provinsi Lampung dimanfaatkan oleh warga Desa Sri pendowo Kecamatan ketapang lampung Selatan untuk memproduksi bahan makanan nata de coco.
Salah satu warga yang memanfaatkan potensi tersebut yakni Sulis Fatoni (35), ia mengaku menekuni usaha tersebut sekitar dua tahun lalu. Baginya potensi banyaknya pemetik kelapa dan juga pengusaha kelapa yang mengolah kelapa menjadi kopra membuat air kelapa yang terbuang tak dimanfaatkan. Ia kemudian belajar cara pembuatan nata de coco yang dikerjakan oleh keluarganya.
“Air kelapa saya beli dari pemilik usaha pembuatan kopra dengan cara membeli air kelapa yang sudah ditampung dalam derigen khusus yang saya beli,”ungkap Sulis Fatoni kepada Cendananews.com, Kamis(18/6/2015).
Fatoni mengaku membeli air kelapa yang sudah ditampung di derigen sebesar Rp2.000,- perderigen dan kemudian ditampung di tempat usaha yang ada di samping rumahnya. Setelah air kelapa tersebut dikumpulkan ia mengaku mengolahnya menjadi nata de coco dengan bahan bahan yang telah disiapkan.
Fatoni yang dibantu oleh sekitar 4 orang anggota keluarganya dan menyebut usahanya sebagai usaha rumahan mengaku membuat nata de coco setelah mendapat pesanan dari produsen pembuatan makanan. Pesanan yang diperolehnya bahkan mencapai hingga sekitar 15 ton perbulan.
Namun ia mengakui pesanan nata de coco buatannya menjadi berkurang dari sebelumnya sekitar 20 ton perbulan, namun akibat pemberitaan miring mengenai pembuatan nata de coco permintaan menjadi menurun.
“Kan pernah ada pemberitaan miring terkait pembuatan nata de coco yang sebenarnya miskomunikasi atau kurangnya pemahaman terkait pembuatan nata de coco sehingga menjadi negatif,”ujar Fatoni.
Menurutnya secara umum Nata de Coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum.
“Bakteri secara biologis digunakan untuk pengikat cairan air kelapa yang telah diolah sehingga hasilnya menjadi kenyal yang kita lihat dalam cetakan cetakan nampan berikut ini,”ungkap Fatoni kepada CND.
Fatoni mengaku pemanfaatan limbah pengolahan kelapa berupa air kelapa merupakan cara mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Air kelapa cukup baik digunakan untuk substrat pembuatan Nata de Coco. Dalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil Nata de Coco.
Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
“Namun mendengar kata bakteri orang awam akan menganggap pembuatan nata de coco sebagai bahan yang berbahaya namun oleh pembeli sudah dicek di laboratorium produk nata de coco buatan saya ini,” ungkap Fatoni.
Secara kasat mata, produk nata de coco yang telah diolahnya berwarna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar.
Fatoni yang mengaku memiliki usaha lain pembuatan meubel ukir kayu jati, kaligrafi ini juga mengaku beberapa pengrajin nata de coco ada di Kecamatan lain yang memasok perusahaan besar produk makanan nata de coco seperti Indo food.
Ia mengaku perlembar nata de coco buatannya dengan ketebalan mencapai 2 centimeter di dalam nampan nampan tersebut dijual dengan harga Rp 1.100′- perlembar atau per ton 1000 lembar. Kini dalam seminggu ia mengaku mendapat permintaan sekitar 2 ton dan pernah mendapat permintaan sebanyak 8 hingga 10 ton perbulan.
“Dulu pernah lebih tapi semenjak ada pemberitaan negatif terkait pembutan nata de coco yang menggunakan pupuk urea agak berkurang permintaannya sehingga kini omzet menjadi berkurang,”ungkapnya.
Fatoni mengaku terus memproduksi nata de coco tergantung masih banyaknya permintaan dari pengepul serta produsen pembuatan makanan berbahan air kelapa tersebut. Apalagi proses pembuatan tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh instansi terkait dan telah diuji laboratorium pada saat di pabrik pembuatan makanan.



——————————————————-
KAMIS, 18 Juni 2015
Jurnalis : Henk Widi
Fotografer : Henk Widi
Editor : ME. Bijo Dirajo
——————————————————-