![]() |
Dr. Wayan Suane, Dosen Ekologi Universitas Mataram |
CENDANANEWS (Mataram) – Dosen Ekologi, Fakultas Biologi Universitas Mataram, Wayan Suane mengatakan, pengelolaan dan pengembangan objek pariwisata oleh kepala daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) seringkali kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dan lebih memposisikan objek pariwisata dari sisi komersil semata.
Suane mencontohkan. pengelolaan objek pariwisata di Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, dalam perhatian terhadap kelestarian lingkungan, sangat kurang, bahkan cendrung diabaikan. Padahal di Tiga gili tersebut, terutama Gili Meno, terdapat rawa air asin yang dikelilingi hutan bakau, tempak hidup dan berkembang biaknya berbagai spesies burung.
“Sangat disayankan, terasa drastis sekali perubahannya, termasuk juga keanekaragaman burung, jauh berbeda dari awal. KLH sendiri tidak berani, termasuk DKKPN yang punya ini. Sebenarnya BKKPN juga menjadikan ini sebagai kawasan konservasi, tetapi mereka tidak bernyali juga sama masyarakat,” kata Suane di Mataram, Kamis (13/5/2015).
Kalau itu kemudian tidak dipelihara dan dilestarikan, bukan tidak mungkin dua tiga tahun ke depan, kelestarian alam hutan mangrove termasuk burung-burung yang hidup di rawa air asin Gili Meno akan punah dan tinggal kenangan, berubah menjadi Gili tandus yang di dalamnya hanya terdapat manusia dan bangunan berjejalan, sehingga tidak menarik lagi dijadikan kunjungan liburan wisatawan.
Padahal, kata Suane untuk mendatangkan jutaan wisatawan, mendapatkan keuntungan besar dari pengelolaan dan pengembangan objek pariwisata, tidak harus dengan banyaknya bangunan perhotelan dan penginapan.
“Konsep pengelolaan objek pariwisata yang bisa mendatangkan keuntungan besar, juga bisa dilakukan dengan memelihara dan melestarikan lingkungan alam mangrove termasuk, berbagai spesies burung yang ada di sekitar rawa dan Gili Meno sangat bagus dijadikan objek wisata alam tanpa bangunan yang saya kira tidak akan kalah ramai kunjungan wisatawan mancanegara,” katanya.
Lebih lanjut Suane mengatakan, tidak dipungkiri memang, kalau dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata masih banyak dibisiki pembicaraan soal untung rugi, perhatian terhadap kelestarian lingkungan kerap akan diabaikan.
“Pola pikir semacam itulah yang kemudian menjadikan sebagian kepala daerah demikian mudah mengeluarkan dan memberikan Izin Mendirikan Bangunan maupun Hak Guna Bangunan bagi para investor, sehingga kawasan yang seharusnya masuk kawasan konservasi alam, tempat berbagai spesies binatang hidup dan berkembang biak, menjadi rusak,”katanya.
———————————————————-
Kamis, 14 Mei 2015
Jurnalis : Turmuzi
Fotografer : Turmuzi
Editor : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-