Antusiasme Anak Muda Kendari untuk Mewujudkan “Aku Tetap Orang Indonesia”

CENDANANEWS – Soeharto Center (Kendari) – Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu juga, adalah tema awal yang dibicarakan oleh Soeharto Center dan Komunitas Kendari Kreatif usai acara pemutaran film dokumenter karya Lea Mahan di Cafe 77 Hotel D’Blitz Kendari, Sabtu (18/4/2015). 
Kita semua menginginkan dan merindui Indonesia yang damai, sejahtera, adil dan makmur, salah satu kedamaian bisa terwujud di Indonesia adalah tidak adanya pemicu terjadinya konflik horisontal, baik yang berlatar belakang etnis, suku maupun agama.
“Saya adalah pengelola EO (Event Orginizer) yang sudah lima kali menangani acara Ulang Tahun Kota Kendari” Demikian Titiek memperkenalkan diri. Titiek selalu berusaha untuk turut andil melestarikan budaya melalui bidang yang ia tekuni.

Iin
“Pada acara yang akan digelar pada bulan Mei nanti, saya fokuskan untuk memperkenalkan Kain Tenun yang berasal dari seluruh wilayah di Sulawesi Tenggara, acara yang disuguhkan macam-macam tetapi kostum yang digunakan tetap harus Kain Tenun” jelas Titiek. Kemasan tersebut diharapkan mampu menjadi cara tepat untuk membuat warga Sulawesi Tenggara khususnya Kendari mencintai kain asli daerahnya, terutama anak muda. 
“Rasa cinta pada budaya daerah seharusnya sudah menjadi bagian dari karakter generasi muda Bangsa” Tambah Iin, seorang Guru Bahasa Inggris di salah satu SMA di Kendari. Iin adalah anak dari seorang bapak bersuku Tolaki dan ibu bersuku Jawa (Surabaya). 
“Nah, pembangunan-pembentukan karakter anak muda Bangsa ini sangat erat kaitannya dengan Gerakan Rekonstruksi Peradaban Nusantara yang digalakkan oleh Soeharto Center” tambahnya.
Masalah karakter “Aku Tetap Orang Indonesia” memang merupakan salah satu hal penting untuk tidak hanya didiskusikan tetapi juga dibangun kembali agar di era globalisasi ini, anak muda Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai orang Indonesia. 
“Kembali ke jati diri Bangsa yang santun menjunjung tinggi gotong royong. Bagaimana menjadikan Bangsa ini kembali menjadi Bangsa besar yang santun, bukan bangsa pemaki, bangsa penghujat, bangsa pembenci.” Sambung salah satu anggota dari Soeharto Center.
“Sepakat, terutama ketika pergantian Pemimpin, selalu diikuti dengan hujatan kepada Pemimpin sebelumnya padahal banyak juga jasa yang telah dilakukan untuk Indonesia” ucap Titiek.
Ketika Soeharto Center menyampaikan bahwa tetap komunitas, kelompok dan warga Indonesia yang begitu membenci Pak Harto, “Pak Harto adalah Pemimpin negara ini, beliau memimpin dan membangun Indonesia dalam waktu 32 tahun, kita harus menghormatinya” Jelas Rendra, Pelopor berdirinya komunitas Kendari Kreatif. 
Rendra dan Titiek
Diskusi pun berlanjut ke masalah transmigrasi, yang ternyata sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang lahir di Kendari karena program transmigrasi. 
“Menurut saya, sebagai anak Polisi, dulu saat era Pak Harto dan sekarang. Kalau dulu, Polisi itu pengabdian bukan hanya pekerjaan” Jelas Titiek. 
Diskusi dilanjutkan dengan tema konflik yang berlatar agama, “Warga Kendari susah diprovokasi untuk masalah konflik seperti itu karena di Kendari kerukunan umat beragama sangat terjaga, kami hidup berdampingan dengan bersahaja bahkan di Kendari ada Masjid dan Gereja yang dibangun secara berdempetan” Jelas Rendra
Diskusi diakhiri dengan membahas isu terhangat di Kendari yaitu penggusuran – pembongkaran – pemusnahan jejak sejarah yang bermuara di Kota Lama Kendari. Kita ada yang asli anak Kendari, ada juga yang pendatang, kita bersatu untuk peduli pada Kota Lama Kendari. Untuk mencintai sejarah kota Kendari tidak harus dengan latar belakang asal usul karena Kendari adalah bagian dari Indonesia dan kita semua generasi penerus bangsa Indonesia. 
Di sana lah perlunya dilakukan rekonstruksi peradaban Nusantara, bahwa kita semua adalah warga Nusantara yang berdaulat penuh atas kemerdekaannya memperjuangkan setiap serpihan sejarah di daerah dan seluruh Nusantara. “Kita harus malu jika kita sebagai generasi penerus tidak mampu mempertahankan apa yang sudah dirintis oleh pendahulu kita” kata Rendra. 
Semuanya menyepakati bahwa runtuhnya sebuah bangunan bersejarah, tidaklah hanya meruntuhkan wujud bangunan menjadi puing-puing karena sesungguhnya runtuhan itu adalah hancur dan berserakannya jiwa dan tulang belulang para pendahulu kita, leluhur kita. 
—————————————————-
Senin, 20 April 2015
Sumber : Soeharto Center
Fotografi : Soeharto Center
—————————————————–
Lihat juga...