Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
KBBI mengartikan: “kehendak atau kecenderungan menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dan ketenteraman di dalam khayal atau situasi rekaan”. Itulah “eskapisme”.
Eksternalitas adalah segala yang datang dari eksternal. Sementara inferiorisme mengacu perasaan rendah diri menghadapi realitas, ekternalitas atau pihak lain.
Apa hubungan ketiganya. Apa relevansi untuk dibicarakan. Khususnya dalam diskursus sosial politik di Indonesia?.
Tanpa banyak dicermati, ketiga hal itu sering dijadikan strategi perang narasi para pemain elit politik. Untuk menarik simpati, kooptasi, intimidasi, menyudutkan lawan atau sekedar pengalihan isu. Ialah menjadikan imajinasi superioritas eksternal sebagai narasi pelarian (eskapisme) dengan memanfaatkan inferiorisme sejumlah pihak. Yaitu sisiran elemen masyarakat tertentu yang menganggap pihak eksternal selalu jago, superior dan tanpa cela.
Minggu-minggu pertama 2025 memberikan indikasi gambaran itu. Ada tiga isu berbeda akan tetapi saling bertautan.
Jubir PDIP Guntur Romli menyatakan: “Hasto (Sekjen PDIP) memiliki rekaman kejahatan politisi dan pejabat”. Ketika merespon ditetapkannya Sekjen PDIP sebagai tersangka oleh KPK. Oleh dugaan kasus suap dan obstraction of justice.
Publik diajak berimajinasi adanya kekuatan besar berupa rekaman bukti kejahatan elit dan politisi. Status tersangka sekjen PDIP menjadi tersamar. Sementara imajinasi publik fokus pada imajinasi kekutan besar berupa bukti-bukti kejahatan elit dan politisi itu.
Madam Conny, pengamat geopolitik pro Rusia memberi warning mantan Ibu Negara Iriana. Dari dokumen titipan Hasto yang dibawanya ke Rusia. Madam Conny melarikan kasus Hasto pada imajinasi kekuatan eksternal di belakangnya. Rusia dengan segala keangkeran intelijen dan mafia. Sebagai kekuatan besar yang siap menggilas mantan Ibu Negara.