Kenali Mikrotia dan Gangguan Pendengaran
JAKARTA – Ketidaksempurnaan fungsi pendengaran dapat disebabkan kelainan pada telinga, salah satunya akibat tidak terbentuknya telinga luar dengan baik atau disebut mikrotia atau telinga kecil.
Meskipun tampak tidak membahayakan, namun kondisi ini tentu dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien dan turunnya kualitas hidup pasien.
Dokter spesialis THT-KL di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. R. Ayu Anatriera, MPH, Sp.THT-KL mengatakan, mikrotia termasuk kelainan bawaan sehingga anak lahir dengan telinga berukuran kecil dan tidak sempurna.
Pembentukan telinga dimulai dari dalam rahim. Selama enam minggu kehidupan dalam rahim, telinga luar mulai berkembang di sekitar ujung celah cabang pertama, hingga ketika lahir sudah terbentuk dengan lengkap.
Sekitar 95 persen dari ukuran telinga dicapai pada usia 6 tahun dan hampir 100 persen pada usia 10 tahun. Panjang aurikula atau daun telinga bergantung pada tinggi badan serta umur seseorang.
Tetapi pada mereka dengan mikrotia, ukuran telinganya kecil. Penyebabnya belum diketahui, multifaktorial dan masih diteliti. Beberapa penelitian mengatakan kejadian mikrotia ini berhubungan dengan paparan teratogen seperti thalidomide, isotretinoin, serta beberapa sindrom.
“Mikrotia biasanya disertai dengan gangguan pendengaran. Sekitar 1 dari 2000-10.000 anak lahir dengan mikrotia,” kata Ayu melalui keterangan tertulis RSUI.
Gangguan pendengaran inilah yang kemudian menjadi penyebab menurunnya kualitas hidup pasien.
Menurut Ayu sebanyak 90 persen mikrotia terjadi pada 1 telinga, 10 persen terjadi pada kedua telinga. Dari sisi gender, kejadian mikrotia terjadi kebanyakan pada anak laki-laki dibanding perempuan.