Sebanyak 150 Hakim di Jatim Dilaporkan Dugaan Pelanggaran Kode Etik
TULUNGAGUNG – Ketua Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata mengungkapkan, pihaknya telah menerima aduan pelanggaran kode etik kehakiman, yang diduga dilakukan oleh sedikitnya 150 hakim di Jawa Timur. Jumlah tersebut menjadi yang terbanyak kedua setelah DKI Jakarta.
“Kami telah bekerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Kejaksaan, Kepolisian dan KPK untuk meningkatkan pengawasan dan supervisi,” kata Mukti, saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka Edukasi Publik Tugas dan Fungsi Komisi Yudisial di Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (26/9/2021).
Ia mengakui, tidak mudah menemukan bukti-bukti pelanggaran kode etik hakim, sebagaimana aduan masyarakat. Hal ini dikarenakan, pola dan modus operandi yang digunakan lebih canggih. “Permainanya memang canggih, jadi untuk mencari bukti memang sulit,” ujarnya.
Namun jika ditemukan, Mukti Fajar memastikan, oknum hakim nakal atau diistilahkan sebagai hakim hitam, akan di sanksi berat. Komitmen itu bahkan menjadi pakta integritas, yang disepakati dalam bentuk nota kesepahaman antara KY dengan Mahkamah Agung. “Nah, yang hitam-hitam ini, kami sudah sepakat dengan MA untuk dihabisi,” katanya.
Istilah hakim hitamm biasa digunakan KY untuk mencirikan hakim nakal, atau hakim yang bisa atau mudah disuap. Hakim hitam adalah hakim yang selalu mempermainkan peradilan. Sementara istilah hakim putih, dikonotasikan untuk hakim yang punya idealisme dan bertindak lurus, dalam menegakkan keadilan, dan tak pernah tergoda dengan apapun.
Sementara hakim abu-abu, adalah hakim yang kondisional, kadang bisa dimainkan, terkadang tidak. Hakim abu-abu adalah hakim yang masih bisa dilakukan pembinaan. Jenis hakim hitam jumlahnya sedikit. Untuk tahun ini ada empat hakim yang masuk kategori hitam. Mukti tak menampik, masih ada hakim yang nakal, mudah disuap dan mempermainkan peradilan. “Kita tidak menutup mata banyak kasus hakim itu ditekan sana sini, disuap sana sini,” tandas Mukti.