PKI Dapat Angin Segar Rebut Kekuasaan, Lancarkan Aksi-Aksi Sepihak

Kedok PKI sebagai pembela Pancasila menjadi terbuka tatkala Sidang Pleno CC PKI tahun 1957 mengesahkan konsep “Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia” atau MIRI sebagai roadmap membawa Indonesia kedalam sistem komunis. Pada tahun 1958, di balik kedok dukungannya terhadap Pancasila, PKI mulai melancarkan propaganda perubahan substansi Pancasila melalui sidang konstituante. Mereka berusaha mengganti sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “Kemerdekaan Beragama”.

Sidang konstituante untuk menyusun UUD pengganti UUDS tidak pernah mencapai kata sepakat, sehingga mendorong Presiden Soekarno mempraktikkan Demokrasi Terpimpin. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang juga didukung ABRI pada awalnya diharapkan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk kembali kepada kemurnian UUD 1945. Momentum itu dibajak dan dibelokkan PKI —dengan berlindung di balik pengaruh Presiden Soekarno— ke arah sentralisme demokrasi sebagaimana dianut negara-negara Komunis. Konsepsi revolusi ala komunis digelorakan sebagai panglima dan mulai menenggelamkan falsafah Pancasila yang pada semangat awalnya akan dijadikan acuan kembali dalam proses penataan bangsa.

Pembelokan arah demokrasi terpimpin diawali dengan masuknya Aidit menjadi panitia kerja perumusan GBHN yang substansi materinya diambil dari Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1945 dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Kesempatan itu dimanfaatkan Aidit memasukkan konsepsi dan strategi mewujudkan masyarakat komunis Indonesia —yang dikenal dengan konsep “Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia” atau MIRI — kedalam GBHN. Elaborasi MIRI kedalam GBHN —kemudian dikenal dengan “Manifesto Politik Indonesia” atau Manipol — merupakan rute paling pendek bagi PKI pada masa itu untuk mewujudkan sistem komunis yang disebutnya sebagai “Tahap Nasional Demokrasi dan Tahap Sosial Demokrat”.

Lihat juga...