Dosen IPB: Hujan Es Berbeda dengan Hujan Salju
JAKARTA – Dosen dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor, Dr. Rini Hidayati, mengatakan fenomena hujan es di Ciamis, Bogor, dan wilayah lain beberapa hari lalu berbeda dari hujan salju.
“Ini kejadian yang tidak sering, tapi juga tidak jarang. Kejadian itu biasa terjadi kalau kondisi udara panas, dan kondisi uap air yang ada di udara cukup banyak. Kondisi ini biasanya terjadi di akhir musim kemarau atau awal musim hujan, dengan udara yang panas dan lembab, terutama karena banyak uap air yang dibawa oleh angin dari lautan,” kata Rini, melalui keterangan pers di Jakarta, Jumat (25/9/2020).
Ia mengatakan, fenomena hujan es tersebut sangat terkait dengan kejadian Equinox, yaitu fenomena ketika matahari tepat berada di equator, sehingga penerimaan energi matahari di wilayah dekat equator cukup tinggi.
“Kondisi panas dan lembab tersebut menyebabkan terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb), yaitu awan yang tumbuh vertikal dari ketinggian yang rendah (kurang dari 2000 meter) sampai dengan ketinggian belasan kilometer. Awan Cb ini tumbuh vertikal hingga melampaui lapisan suhu nol derajat celsius, berpotensi terjadi pembekuan, sehingga butiran hujan menjadi padat (es). Saat turun belum sepenuhnya luruh, sehingga sampai ke permukaan tanah masih dalam bentuk padatan,” katanya.
Ia mengatakan, awan tersebut sering menghasilkan hujan lebat yang disertai badai dan petir. Dan, Awan Cb termasuk awan yang ditakuti oleh para pilot ketika mereka menerbangkan pesawat. Para pilot harus terbang menghindari awan Cb, karena awan itu merupakan awan badai dengan turbulensi yang hebat.