Covid-19 Memicu Ekonomi di Bali Alami Deflasi
Editor: Mahadeva
DENPASAR – Bank Indonesia (BI) Kantor perwakilan Bali memprediksi, tekanan harga di Provinsi Bali pada April 2020 menurun dibandingkan kondisi di bulan sebelumnya.
Kepala Perwakilan BI Bali, Trisno Bali mengatakan, menurunnya tekanan harga atau deflasi terlihat pada komoditas daging ayam ras, harga tiket angkutan udara, cabai merah, dan telur ayam ras. “Turunnya tekanan harga disebabkan oleh lesunya permintaan, terutama dari industri pariwisata akibat penyebaran Covid-19. Di sisi lain, tidak terdapat permasalahan baik dari sisi pasokan dan distribusi menyebabkan turunnya harga komoditas,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (6/5/2020).
Trisno menyebut, deflasi inti (Core Inflation) pada April tercatat sebesar 0,02% (mtm). Kondisinya turun dibandingkan Maret yang mencapai 0,44% (mtm). Penurunan ini terjadi akibat turunnya harga sebagian besar komoditas canang sari, toiletries, dan makanan.
Namun demikian, harga emas perhiasan masih meningkat, seiring dengan naiknya harga emas dunia. Sejalan dengan hal tersebut, pada bulan ini komoditas Volatile Food juga mengalami deflasi sebesar 1,41% (mtm).
Kondisinya jauh lebih dalam, jika dibandingkan dengan situasi Maret 2020 yang mencapao -0,54% (mtm). Penurunan terdalam dialami komoditas daging ayam, cabai merah, telur ayam, bawang putih, dan minyak goreng. Turunnya harga komoditas VF disebabkan oleh lesunya permintaan secara signifikan, meski pasokan cukup memadai.
Sementara tekanan harga untuk komoditas Administered Price, juga terus terjadi hingga mencapai -0,53% (mtm). Penurunan ini bersumber dari turunnya harga tarif angkutan udara, seiring dengan penutupan bandara selama Ramadan hingga Lebaran untuk mengantisipasi arus mudik. Berdasarkan perhitungan BPS, di April 2020, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar -0,33% (mtm). Kondisinya disebut melandai, jika dibandingkan kondisi bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm).