Penjualan Gelang Gading asal Sikka Terbentur Bahan Baku
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
MAUMERE – Bisnis pembuatan gelang gading yang biasa dilakukan oleh perajin asal kabupaten Sikka sangat menjanjikan karena selalu saja diminati pembeli yang bukan saja berasal dari kabupaten Sikka namun berbagai wilayah di tanah air.
Namun tantangan yang dihadapi para perajin hanya pada ketersediaan bahan baku karena gading yang selama ini dijadikan gelang merupakan gading peninggalan zaman dahulu dan semakin lama semakin habis.
“Kalau dahulu kan gading banyak beredar di masyarakat karena selalu dijadikan mas kawin tetapi sekarang semakin sulit diperoleh. Apalagi gading dilarang diperjualbelikan antar pulau,” sebut Sirilus Moa Lure, seorang perajin gelang gading di Maumere, kabupaten Sikka, provinsi NTT, Selasa (3/3/2020).

Sirilus katakan, perajin gelang gading pun mulai membuat gelang dari bahan baku plastik atau gading imitasi serta aneka tulang lainnya seperti tulang ikan paus yang diperoleh dari kabupaten Lembata.
Ada juga perajin kata dia membuat gelang, cincin dan anting dari tanduk rusa yang bahannya juga semakin sulit diperoleh di masyarakat sehingga banyak yang memilih bahan baku plastik atau sejenisnya.
“Ada juga yang membuat dari plastik tetapi bagian luarnya disepuh dari serbuk gading. Harganya pun lebih terjangkau oleh konsumen kelas manengah ke bawah,” ujarnya.
Sirilus pun membuat gelang yang dijual per buah Rp.50 ribu sementara liontin dan anting sepasangnya dilepas dengan harga Rp.40 ribu serta tusuk konde Rp.75 ribu dan pembelinya banyak datang dari kota Kupang, Flores Timur bahkan dari wilayah Papua.