Nota Protes untuk Menolak Klaim Cina Terhadap Perairan Natuna

Aksi pemuda saat menyampaikan sikap terkait polemik Laut Natuna Utara, Sabtu (4/1/2020) – Foto Ant

JAKARTA – Nota protes yang disampaikan Indonesia terkait pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh penjaga pantai Cina di perairan Natuna, menunjukkan bahwa Indonesia menolak klaim negara tersebut.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman menjelaskan, melalui nota protes yang disampaikan kepada pemerintah Cina Indonesia sedang menggunakan hak hukum untuk terus membantah (persistent objection) klaim negara lain. Dalam hal ini, klaim Cina atas perairan Natuna. “Dengan menggunakan hak ini, maka Indonesia tidak akan terikat pada klaim itu, dan menghalangi klaim ini menjadi embrio dan terkonsolidasi menjadi norma,” tulis Damos, dalam akun media sosialnya, Sabtu (4/1/2020).

Lebih lanjut Damos menuturkan, jika Indonesia tidak menggunakan hak protesnya karena pesimistis tidak mengubah realitas, maka klaim itu bisa terkonsolidasi. Dan akhirnya akan menjadi norma yang mengikat Indonesia di kemudian hari. Proses yang terjadi dalam hukum internasional, disebut acquiescence atau pengakuan diam-diam. Dan itu menurutnya, justru akan lebih berbahaya.

Nota protes atas pelanggaran ZEE, termasuk kegiatan penangkapan ilegal dan pelanggaran kedaulatan oleh penjaga pantai Cina di perairan Natuna, telah dilayangkan oleh pemerintah Indonesia pada 30 Desember 2019. Kemlu RI bahkan telah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia untuk menyampaikan protes kerasnya.

Namun, dalam konferensi pers pada 2 Januari lalu, Juru Bicara Kemlu Cina Geng Shuang menjawab, nota protes Indonesia dengan menyatakan, negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) karena perairan Natuna termasuk dalam Nine-Dash Line Cina.

Lihat juga...