Sensasi Membaca Buku Cetak yang Tak Dimiliki Buku Digital
JAKARTA — Membaca sesuatu di internet memang praktis. Canggihnya teknologi saat ini membuat khayalak bisa membaca, baik buku yang sudah dalam bentuk digital (e-book) maupun berita online, dimana saja dan kapan saja.
Ketika berada di bandara, terminal, dan tempat keramaian lainnya, banyak ditemui orang membaca melalui selulernya. Poinnya, membaca pada era saat ini cukup simpel.
Situasi itu, menimbulkan istilah “Gen M”, generasi menunduk, yang hampir selalu menundukkan lehernya menghadap ponsel dan gawai jika sedang berjalan tanpa menghiraukan hal lain.
Namun, tidak semua khalayak menikmati membaca secara online, termasuk e-book, karena memiliki rasa yang berbeda dengan membaca buku cetak (fisik).
Ketika membaca di internet baik melalui gadget maupun layar laptop atau komputer, mata akan menatap layar dan jemari sesekali menekan papan ketik untuk beralih halaman atau berpindah dari atas ke bawah pada halaman yang sama, relatif tidak memiliki ikatan emosi.
Salah satu pengunjung pameran buku Big Bad Wolf (BBW) di ICE (Indonesia Convention Exhibition), BSD City, Tangerang, Vicky Mono mengakui, merasa lebih terikat dengan buku fisik. Terutama pada suara lembaran buku saat berganti halaman, dan aroma buku yang khas.
“Saya masih suka membacakan buku untuk anak sebelum tidur, karena e-book reader untuk anak kecil agaknya memang tidak baik,” ujar Vicky yang juga vokalis band metal Burgerkill itu.
Ia menilai pengaruh internet dan gadget juga memiliki dampak negatif, bagi anak. Alih-alih membaca e-book, para anak kerap lebih memilih game dan menjadi posesif dengan gadget-nya. Baginya, membaca buku edisi hardcover berbeda dengan softcover.