Revitalisasi BUOY Tsunami Merah Putih, BPPT Butuh Rp5 Miliar
Terlepas dari buoy itu berpotensi terkena vandalisme atau hilang, Hammam menegaskan teknologi ini penting untuk dibangun. Adanya BUOY mendesak untuk melengkapi pemodelan yang digunakan sebelumnya.
Data dari BUOY yang dipasang hingga 100 hingga 200 kilometer dari pantai, dapat mengirimkan informasi data terkini ketika ada gelombang tinggi di tengah laut yang diduga berpotensi menjadi tsunami muncul. Hitungan awamnya, jika kecepatan gelombang tsunami antara 500 sampai 700 kilometer per jam, minimal ada waktu 10 hingga 15 menit untuk masyarakat melakukan evakuasi ke shelter terdekat.
“Sinyal dari BUOY di tengah laut itu akan semakin intens dalam hitungan detik, mengirimkan sinyal ke pusat data sistem peringatan dini secara real time, jika ada gelombang yang melewatinya. Semakin tinggi dan kencang gelombang, maka sinyal yang dikirim frekuensinya akan semakin rapat dan bisa berkali-kali dalam hitungan detik,” ujar Hammam.
Hal ini, menurut dia sangat penting bagi masyarakat yang bermukim di wilayah yang rentan terhadap terpaan bencana, untuk waspada bencana. “Masyarakat di pesisir atau wilayah berpotensi tsunami harus memiliki waktu evakuasi yang cukup. Untuk itu dibutuhkan teknologi yang mampu mendeteksi dini yang handal, dalam hal ini ya BUOY disertai teknologi lain seperti kabel bawah laut, maupun pemodelan sebelumnya,” kata Hammam.
Lebih lanjut, BPPT tidak hanya mengembangkan BUOY tapi juga kabel bawah laut atau Cable Based Tsunameter (CBT).
Sifatnya saling melengkapi dengan BUOY agar deteksi dini tsunami semakin akurat, presisi dan handal.
Ia menambahkan CBT ini telah dikembangkan di beberapa negara dan dimanfaatkan antara lain oleh Kanada, Jepang, Oman dan Amerika Serikat.