Potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia Sangat Besar

Editor: Makmun Hidayat

Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Milton Pakpahan - Foto: Ranny Supusepa

JAKARTA — Pembangunan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, sebagai dukungan atas upaya pengadaan energi bersih, dinilai masih dalam jalurnya. Walaupun pemenuhannya baru 11,68 persen dari angka Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2025 sebesar 35 gigawatt.

Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Milton Pakpahan, menyampaikan bahwa potensi EBT di Indonesia sangat besar. Dengan geo thermal dan hidro sebagai pemegang persentase terbesar.

“Energi thermal Indonesia itu memiliki potensi besar, yaitu 29 gigawatt. Air sebesar 75 gigawatt, panas surya 532 gigawatt, angin 113,5 gigawatt, bioteknologi 32 gigawatt dan juga masih ada nuklir serta gelombang air laut,” kata Milton dalam sebuah diskusi tentang EBT di Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Dalam sistem pengadaan energi listrik di Indonesia, menurut Milton ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Yaitu eksternal influence, birokrasi dan pelaku energi.

“Kita disini berbicara tentang EBT yang mengambil jatah dari energi fosil. Artinya kita bicara tentang kemauan politik dan ekonomi. Tapi jika mengacu pada RUPTL 35 gigawatt yang turun 5 persen, pembangunan EBT ini masih on the track,” ujarnya.

Indikasi yang digunakan dalam penilaian ini adalah sistem average terkait berapa lama dan berapa sering mati lampu dan penyerapan APBN.

“Pemerintah masih concern dan menganggap masalah energi untuk listrik ini vital dan menjadi infrastruktur dasar. Dilihatnya dari mana? Coba saat bencana terjadi, yang ditanyakan pertama itu bukan kondisi jalan raya, tapi listrik dan BBM,” kata Milton lebih lanjut.

Walaupun masih on the track, Milton menyatakan perlu adanya kerja sama dan kontribusi aktif dari semua pihak dalam mempercepat penggunaan EBT sebagai energi pengganti fosil.

Lihat juga...