Penggunaan Dana Desa Harus Bersistem Swakelola

Editor: Satmoko Budi Santoso

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Jhony G. Plate, saat berbicara di depan masyarakat Kecamatan Talibura, menjelaskan, besarnya dana desa yang dialokasikan dari APBN sejak tahun 2014 membuat desa mulai menggeliat pembangunannya. Meski ada desa yang belum bisa memanfaatkan secara optimal.

Dana desa diawali sejak disahkan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa sehingga menjadi kewajiban pemerintah dan DPR mengalokasikan dana desa. Pertama kali dana desa ini muncul di APBN saat akhir pemerintahan presiden SBY sebesar Rp9 triliun.

“Pada tahun 2015 memang kami secara gencar di Komisi XI meminta agar direvisi di bulan Februari sehingga menjadi Rp20 triliun untuk 74 ribu desa,” sebut Jhony G. Plate.

Dikatakan Jhony, karena baru pertama kali diberlakukan tahun 2015, maka daya serapnya masih terbatas. DPR RI perlu menyiapkan perangkat untuk mengatasi penyerapan dana desa tersebut.

“Setelah berdiskusi dengan BPK, BPKP, Ikatan Akuntansi Indonesia dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara maka disepakati untuk menyiapkan model pertanggungjawaban yang lebih sederhana. Supaya daya serapnya bisa dilakukan dengan baik,” terangnya.

Pada prinsipnya, kata Jhony, dana desa digulirkan untuk dibelanjakan di setiap desa, untuk kepentingan desa, oleh warga desa dan juga menggunakan teknologi yang tersedia di desa yang bersangkutan.

“Jangan sampai menggunakan SDM dari luar desa. Jangan sampai menggunakan teknologi atau peralatan dari luar desa. Tapi ini pemberdayaan desa. Tapi, itu pun belum cukup, maka dibutuhkan pendamping desa,” ucapnya.

DPR RI, kata Jhony, minta disiapkan alokasi dana untuk pendamping desa dan rekruitmen diserahkan kepada Kementerian Desa untuk mengatur.

Lihat juga...