Kelola Hutan Adat, Perlu Sinergi Berbagai Pihak

Hingga saat ini, lanjutnya, baru ada 33 kabupaten dan provinsi yang menerbitkan produk hukum daerah yang terkait langsung dengan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan sekitar 15 rancangan perda masih pembahasan atau masuk dalam program legislasi daerah provinsi atau kabupaten dan kota.

Perda yang mengatur masyarakat adat itu diantaranya Perda Kabupaten Lebak, Banten Nomor 8 Tahun 2015 dan SK Bupati Sigi, Sulawesi Tengah, Nomor 189.1-521 Tahun 2015 dan Perda Kabupaten Merangin, Jambi, Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Serampas.

Roadmap dan strategi percepatan menjadi hal yang urgen untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang mengakibatkan lambannya proses penetapan hutan adat, baik dari sisi aturan dan implementasinya. Terutama mengidentifikasi apakah aturan yang ada saat ini sudah cukup memadai untuk mendapatkan penetapan hutan adat.

Sementara itu, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Rudi Syaf, mengatakan, ketimpangan akses pengelolaan sumber daya alam dan kemiskinan merupakan persoalan klasik yang masih harus diurai hingga saat ini.

Pemberian akses masyarakat untuk mengelola kawasan hutan merupakan salah satu solusi yang digadang untuk mengatasi persoalan ini.

Pengakuan hak kelola hutan adat merupakan satu di antara skema perhutanan sosial yang diharapkan mengatasi ketimpangan dan kemiskinan di kelompok masyarakat adat.

Pemerintah menargetkan 4,3 juta hektare kawasan yang dikelola masyarakat dengan adat. Hanya saja target itu baru terealisasi 27 ribu hektare untuk 33 kelompok masyarakat adat. (Ant)

Lihat juga...