Ekonom: Penting Bagi Bank Perkuat Pendapatan Jasa

Ilustrasi - Foto Dokumentasi CDN
JAKARTA – Ekonom senior Bursa Efek Indonesia (BEI), Poltak Hotradero, menilai strategi perbankan harus bergeser dari pendapatan bunga menjadi pendapatan jasa (fee based income), dalam menghadapi era suku bunga tinggi saat ini.
“Strategi perbankan perlu ke arah sana, karena itu income yang robust terhadap perubahan suku bunga dan lain-lain. Jadi lebih stabil,” ujar Poltak, di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Poltak menuturkan, marjin bunga bersih (NIM) perbankan di Indonesia memang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu di sekitar lima persen.
Namun, lanjut Poltak, ke depan marjin tersebut kecenderungannya akan terus menurun. “NIM itu semakin lama akan semakin tipis. Sementara pemberlakuan Basel III atau syaratnya lebih tinggi. Itu berarti manajemen risiko menjadi lebih ketat, kualitas jaminannya juga harus naik. Ini pasti berat bagi perbankan,” kata Poltak.
Ia mencontohkan, NIM perbankan negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia yang hanya di kisaran 1-3 persen, namun tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, kendati ada gejolak ekonomi global.
“Mereka masih bisa berkembang, sementara tingkat suku bunganya rendah, cost of fund, rendah. Kok mereka bisa? Ya, karena pendapatannya berasal dari fee based income. Jadi ke depan, sebenarnya penting bagi bank itu perkuat pendapatan jasa,” ujar Poltak.
Menurut dia, ke depan bank-bank di Indonesia bisa menjadi universal bank. Bank juga bisa masuk ke asuransi, pasar modal, atau pun lembaga keuangan lainnya, sehingga akan semakin banyak produk yang bisa ditawarkan kepada masyarakat.
“Bank bisa jual produk asuransi melalui bancassurance atau jadi agen penjual atas instrumen reksadana,” ujarnya.
Saat ini, tutur Poltak, aset industri reksadana mencapai lebih dari Rp500 triliun. Angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan tetangga, sehingga potensi tumbuhnya masih sangat besar.
“Dibandingkan Thailand, per kapitanya sudah ekuivalen 1.000 dolar aset under management dari industri reksadana mereka. Kita itu baru 150 dolar. Jadi, industri ini masih bisa berkembang delapan kali lipat dari sekarang,” ujarnya.
Ia menegaskan, bank-bank masih punya ruang yang besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Poltak mencontohkan, BCA yang berhasil mengoptimalkan pemasukan dari pendapatan jasa. Namun secara umum, ia menilai masih banyak bank yang belum siap, karena keterbatasan sumberdaya manusia.
“Kembali lagi pada kapabilitas, kapasitas manusia tiap bank itu beda-beda. Beberapa bank mungkin punya kesulitan, karena kapasitas mereka belum cukup tinggi,” ujar Poltak. (Ant)
Lihat juga...