NU-ku, NU-mu dan NU Kita

OLEH M. IWAN SATRIAWAN

M. Iwan Satriawan - Foto: Istimewa

NAHDLATUL ULAMA yang telah berusia 92 tahun berdasarkan kalender masehi dan 93 berdasarkan kalender hijriyah dalam perjalanannya mengalami dinamikanya sendiri. Mulai dari menjadi organisasi keagamaan kemudian berubah wujud menjadi partai politik pada pemilu 1955 hingga akhirnya kembali menjadi organisasi keagamaan sesuai khittah 1926 melalui muktamar di Situbondo pada tahun 1984.

Organisasi kaum sarungan yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 atau jika menurut kalender Islam pada 16 Rajab 1437 H di Surabaya oleh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri merupakan organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia bahkan dunia. Tidak kurang dari 45 juta pengikutnya dan tersebar tidak hanya dari Sabang sampai Merauke bahkan hingga keluar negeri dengan didirikannya PCNU-PCNU Istimewa seperti di Jepang, Australia dan Mesir. Berdasarkan fenomena seperti ini wajar jika kemudian NU menjadi salah satu aset terbesar bangsa Indonesia bahkan dunia dalam menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamin.

Berbicara mengenai NU maka penulis mendefinisikan NU sebagai jam’iyah keagamaan yang didirikan oleh alim ulama dan menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dalam hal fiqh (atau hukum Islam) berkiblat pada madzhab 4 (empat) yaitu Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i meskipun dalam praktiknya madzhab Imam syafi’i lah yang sering kali digunakan khususnya di Indonesia. Sedangkan untuk masalah metode akidah merujuk pada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Dan dalam bidang tasawuf, NU mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaedi Al-Bahdadi.

Hal ini kemudian berpengaruh juga pada metode pendekatan NU kepada masalah-masalah yang timbul di masyarakat. NU menggunakan tiga nilai yaitu tasamuh (toleran dan menghargai terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat), tawasuth wal i’tidal (bersikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala hal yang berbau ekstrim), dan tawazun (bersikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian hubungan antara manusia (hablumminannas), manusia dengan alam (hablumminal alam) dan manusia dengan Allah (hablumminallah).

Lihat juga...