MENEMUI PENGAMEN JALANAN
Oleh Siti Hardiyanti Rukmana
Suatu sore, sepulang bapak dari bermain golf di Rawamangun, bapak memanggil saya. Kalau tidak salah bulan Juli 1986 waktu itu.

Malam itu, Bapak dan Ibu sangat bahagia sekali dapat bertemu dan dihibur oleh anak-anak Pengamen Jalanan, di hari ulang tahun Ibu yang ke 63 tahun.
Saya temui bapak masih berpakain golf: “Bapak nimbali (manggil) saya?” sambil cium tangan bapak saya bertanya.
“Iya, gini wuk, bapak itu kalau pulang golf di depan Rumah Sakit Cipto, selalu ada 4 anak pengamen jalanan berdiri tegak, begitu bapak lewat mereka memberi hormat ke bapak.”
“Empat-empatnya memberi hormat pak?” saya memotong pembicaraan bapak.
Sambil tersenyum bapak menjawab: “Iya mereka berempat bareng sampai bapak pulang ditunggu memberi hormat lagi.”
“Memberi hormat membungukkan badan atau hormat salut tentara pak?” penasaran saya bertanya lagi.
“Hormat tentara,”. Bapak menjelaskan “Coba kamu beliin gitar. Mereka berempat, jadi beli gitarnya 4, biar satu anak dapat 1 gitar. Setelah itu, kamu acarakan ketemu bapak, biar bapak yang memberikan sendiri pada mereka!”.
Subhannalloh, ngimpi apa anak-anak pengamen itu karena akan ditemui oleh Presiden mereka. “Bapak kersonya (maunya) kapan menjumpai mereka.”
“Kamu sesuaikan dengan jadwal acara bapak. Kamu check ke ajudan!” bapak memberi petunjuk.
Saya tanyakan lagi: “Bapak mau bertemunya siang atau malam, di Binagraha atau di rumah?”
“Di rumah saja biar lebih kekeluargaan. Waktunya kamu atur dengan ajudan.”
“Baik bapak, nanti dalem (saya) koordinasikan dengan ajudan, kalau sudah dapat gitarnya saya matur (lapor) bapak lagi,”. Lalu saya mohon diri.