JAMBI – Aktivitas penambangan emas ilegal di Jambi atau biasa disebut Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih terjadi sehingga kerusakan lingkungan terus bertambah setiap tahunnya.
Padahal aparat terkait terus melakukan penertiban hingga terkadang berujung konflik. Tidak hanya itu, aktivitas tersebut juga kerap merengut nyawa petambang emas ilegal.
Ada tiga metode penambangan emas ilegal itu, pertama dengan mengeruk sungai-sungai khususnya di wilayah Jambi bagian barat dengan menggunakan alat berat jenis eskavator. Metode kedua menggunakan rakit yang berisi mesin dompeng untuk menyedot pasir dan bebatuan yang ada di dalam sungai dan metode ketiga dengan membuat lubang seukuran tubuh manusia atau disebut “lubang jarum”.
Namun ketiga cara itu semuanya ilegal. Banyak cara yang dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menghentikan aktivitas tersebut, namun belum berhasil.
Catatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI menyebutkan, berdasarkan Interpretasi Citra Lansat 8, pada tahun 2017, kerusakan lahan akibat penambangan emas ilegal di tiga kabupaten, Provinsi Jambi yakni Sarolangun, Merangin dan Bungi tercatat seluas 27.822 hektare.
“Terluas di Kabupaten Sarolangun yaitu 13.762 hektare disusul Merangin 9.966 hektare dan Bungo seluas 4.094 hektare,” kata Direktur KKI WARSI, Rudi Syaf di Jambi, belum lama ini.
Dikatakannya, tahun 2016 areal yang dibuka untuk penambangan ilegal meningkat lebih dari 100 persen di wilayah Merangin dan Sarolangun. Areal tambang illegal ini diperkirakan separuhnya merupakan kawasan persawahan yang merupakan sumber pangan masyarakat setempat.