Guna meningkatkan akses pasar, Gati menambahkan, pihaknya memiliki program e-Smart IKM yang bekerja sama dengan beberapa marketplace.
“Melalui program e-Smart ini produk batik di dorong untuk memasuki pasar online, sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah,” katanya.
Kemenperin juga mendorong agar para perajin batik memperoleh berbagai fasilitas pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonsia (LPEI) dan insentif lainnya untuk memperkuat struktur modalnya.
Ia berharap, pengembangan industri batik nasional dapat dijalankan secara kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, pelaku usaha, dan komunitas.
“Hal ini sangat penting karena setiap stakeholder tersebut memiliki peran yang berbeda, sehingga dengan sinergi ini pengembangan industri batik nasional akan terintergrasi dan sustainable dari hulu sampai hilir,” ungkap dia.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menyampaikan, industri batik telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah lingkungan seiring semakin meningkatnya penggunaan zat warna alam pada kain wastra tersebut.
Hal itu juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi tinggi, bahkan dengan pengembangan zat warna alam tersebut turut mengurangi importasi zat warna sintetik.
“Karena itu, kami terus mendorong para perajin dan peneliti agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam untuk bisa mengeksplorasi potensinya, sehingga memperkaya ragam batik warna alam Indonesia,” tuturnya melalui keterangan tertulis.
Menurut Menperin, di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat.