JAKARTA – Delapan pabrik keramik tutup di beberapa daerah Indonesia. Tingginya harga gas diklaim sebagai penyebab utama tutupnya usaha tersebut.
“Negara kita adalah lima besar pemasok keramik dunia, namun ironi justru delapan pabrik tutup karena tingginya biaya produksi menggunakan gas,” kata Presiden Direktur Puri Kemenangan Jaya sebuah perusahaan distributor keramik batu alam Jusmery Chandra di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Matinya sejumlah industri keramik adalah karena beban operasional menggunakan bahan bakar gas serta serbuan keramik impor yang semakin sulit dibendung. Sementara pemerintah dirasa kurang memberikan perhatian dalam maslah ini.
“Awalnya hanya Tiongkok yang menjadi kompetitor, namun belakangan muncul dari negara Asia lainnya seperti Vietnam dan lainnya,” tambahnya.
Memagari aturan dengan memberikan label SNI ternyata dianggap langkah yang kurang tepat. Sebab ternyata para broker impor keramik juga bisa memiliki sertifikat SNI walaupun barang berasal dari luar negeri.
Sementara itu, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mendesak pemerintah segera menurunkan harga gas untuk sektor industri guna mendongkrak daya saing industri.
“Ini sudah sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Maka, harus segera dilaksanakan secara konsisten,” kata Ketua Umum FIPGB Achmad Safiun.
Forum industri juga telah menyampaikan bahwa hal tersebut sering dibahas dengan kementerian terkait serta pemangku kepentingan lainnya, di antaranya tertuang pada Paket Kebijakan Ekonomi I dalam hal mendorong daya saing industri nasional.
Harga untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli industri pupuk (tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi III), yakni sebesar 7 dolar AS per MMBTU. Presiden sendiri telah menyatakan bahwa harga gas untuk industri sebesar 5 sampai 6 dolar AS per mmbtu. Namun, pada saat ini di berbagai daerah belum ada yang menyentuh harga tersebut.