SELASA, 11 APRIL 2017
PONOROGO — Sosok kurus tinggi dan murah senyum terlihat paling menonjol di deretan para perajin keris di Paseban Alun-alun Ponorogo. Dialah Agus Triono (43).
![]() |
Pembuat keris, Agus Triono. |
Ia sudah menekuni pembuatan keris sejak tahun 2005 lalu atau sekitar 12 tahun sudah ia berkutat dengan dunia perkerisan. Alumni jurusan seni rupa IKIP Surabaya ini mengatakan, dirinya senang dan tertarik dengan warisan leluhur ini sejak tahun 1998, namun baru mulai tahun 2005 dirinya mulai belajar membuat keris secara otodidak.
“Prosesnya pun tidak instan, saya belajar darimana saja, termasuk dari kakek saya sendiri dan orang lain,” jelasnya kepada Cendana News di tengah-tengah acara Gelar Pusaka Bulan Purnama Ponorogo, Selasa (11/4/2017).
Untuk membuat satu bilah keris, Agus mengaku, membutuhkan waktu sekitar satu bulan lengkap dengan aksesoris keris. Seperti hiasan pada sarung keris atau yang biasa disebut warangka, ada pemesan yang ingin dihias dengan kuningan, perak atau pun emas. Jenis ukirannya pun berbeda-beda, tergantung permintaan pemesan. Selain itu bahan kayu yang digunakan sebagai warangka mulai terbilang susah, seperti pohon cendana dan timboho.
“Itulah yang membuat lamanya proses pembuatan sebilah keris, yang susah saat membuat warangka,” ujarnya.
Namun, menurut Agus, kini perajin keris tidak perlu bingung mencari pemesan atau pembeli. Pasalnya, sejak lima tahun terakhir, peminat keris meningkat, tidak hanya kolektor saja tetapi masyarakat dengan usia 40 tahun ke bawah kini juga mulai melirik keris.
“Bahkan saya sendiri kewalahan memenuhi permintaan pasar, tidak hanya kolektor, pecinta keris banyak datang dari anak muda dan juga pejabat,” tuturnya.