PONOROGO — Tusuk sate yang selama ini dipandang sebelah mata ternyata membawa jalan rejeki sendiri bagi keluarga Sunarji (55 tahun) warga Desa Nailan, Ponorogo ini. Bagaimana tidak jika sebelumnya ia hanya menggantungkan hidupnya dari tani kini ia memiliki pekerjaan kedua sebagai pembuat tusuk sate.
Tusuk sate buatannya pun langsung laris manis, meski baru berjalan sejak 3 bulan lalu. Tusuk sate milik Sunarji banyak dipesan terutama oleh penjual sate, pentol, tempura dan sosis.
“Karena bahan baku bambu disini melimpah saya kepikiran membuat tusuk sate, bahkan saya menjadi pemasok bahan baku untuk membuat sumpit dan dupa ke Surabaya,” jelasnya kepada Cendana News, Selasa (25/10/2016).
Menurutnya, mencukupi permintaan tusuk sate disekitar Ponorogo dirinya kewalahan. Pasalnya alat yang ia gunakan untuk membuat tusuk sate masih terbilang tradisional.
Seperti alat gergaji, pemecah bambu dengan pisau, mesin bubut untuk memecah dengan rapi, kemudian dihaluskan dengan cara dihilangkan serabutnya dan terakhir dijemur.
“Dalam sehari saya mampu membuat 500 tusuk atau satu kilogram tusuk sate,” ujarnya.
Pembuatan pun tidak tiap hari ia lakoni, kalau tidak ada pemesan dirinya tidak membuat. Tapi pemesan biasanya pesan minimal 10 kilogram.
“Malah kadang ada yang pesan 50 kilogram, kalau lebih dari itu saya tidak sanggup,” tuturnya.
Penjualan tusuk sate Sunarji pun ada pemesan yang langsung datang dan mengambil. Sehingga dirinya tidak perlu repot-repot menjual ke luar rumah.
“Kalau ambil dari rumah Rp 4 ribu, kalau sudah masuk ke kota jadi Rp 5 ribu,” paparnya.
Usaha yang baru digeluti selama 3 bulan ini pun membawa jalan rejeki bagi keluarga Sunarji. Cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
Ditanya terkait kendala yang dihadapi, Sunarji menjawab alat-alat yang digunakan untuk membuat tusuk sate terbilang mahal. “Modal awal lumayan banyak tapi kalau sudah banyak pemesan sedikit-sedikit bisa balik modal,” pungkasnya.