KAMIS, 21 JANUARI 2016
Jurnalis: Henk Widi / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Henk Widi
LAMPUNG—Curah hujan yang belum merata hingga pertengahan Januari tahun ini masih mengakibatkan petani di Kabupaten Lampung Selatan kesulitan mengolah lahan pertanian milik mereka dan bahkan sebagian terancam gagal tanam yang bisa mengakibatkan krisis pangan di Kabupaten Lampung Selatan.

Kondisi tersebut menjadi keprihatinan bagi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bina Sejahtera yang merupakan salah satu gapoktan di Kecamatan Lampung Selatan. Ketua gapoktan Bina Sejahtera, Heri Setiawan, mengungkapkan kebutuhan akan air untuk lahan pertanian di wilayah tersebut sangat vital.
Ia juga mengungkapkan sangat menyayangkan sikap pemerintah yang belum mengambil langkah-langkah antisipasi menyikapi hal tersebut. Di Kabupaten Lampung Selatan saat ini sudah sangat minim sekali pembangunan embung-embung atau tempat penampungan air dengan skala besar.
Padahal, menurut Heri Setiawan, embung tersebut bisa menjadi alternatif terakhir untuk mengatasi kekurangan air saat curah hujan belum merata seperti sekarang ini.
“Bisa saja petani gagal tanam kalau melihat kondisi hujan yang belum merata saat ini. Kalau cuaca normal, sudah mestinya tanaman padi sudah waktunya pemupukan,” ungkap Heri Setiawan kepada Cendana News, Kamis (21/1/2016)
Beberapa embung yang pernah ada di Lampung Selatan menurut Heri Setiawan diantaranya embung di Jalan Lintas Sumatera Kecamatan Kalianda yang dipergunakan untuk pemeliharaan ikan dan bahkan malah jarang digunakan untuk pengairan lahan pertanian. Selain itu embung lain yang dibuat diantaranya embung di Kecamatan Ketapang yang dipergunakan untuk pengairan lahan persemaian permanen.

Heri menuturkan kebutuhan akan embung tersebut seharusnya sudah dipikirkan jauh-jauh hari sebelum para petani menjerit kekurangan akan air untuk lahan pertanian milik mereka.
“Ada baiknya pemerintah perbanyak sumur bor untuk pompanisasi lahan pertanian sawah tadah hujan. Sehingga saat-saat seperti ini sumur bor itu bisa dimanfaatkan. Bahkan sekarang ini sudah tidak banyak lagi embung-embung di Lamsel yang bisa dimanfaatkan. Karena tidak adanya perawatan embung, apalagi untuk membangun embung baru,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kabupaten Lampung Selatan terancam krisis pangan tahun 2016 ini. Keterlambatan musim tanam pada awal tahun ini menjadi salah satu penyebabnya. Padahal, Kabupaten Khagom Mufakat ini merupakan salah satu kabupaten di Lampung penghasil padi terbesar.
Tercatat, Lampung Selatan memiliki lahan produktif tanaman padi seluas 45.785 hektar tersebar di 17 kecamatan. Sebagian besar lahan tersebut merupakan lahan tadah hujan atau tergantung dengan curah hujan. Dari puluhan ribu hektar lahan tanaman padi di Lampung Selatan, saat ini baru sekitar separuhnya yang ditanami.
Keterlambatan musim tanam ini dipengaruhi faktor cuaca. Hingga pertengahan Januari ini, hanya beberapa kecamatan yang tergolong nekat melakukan penanaman meski minim sumber air. Para petani di sejumlah kecamatan memanfaatkan sistem pompanisasi air sungai dan sumur bor.
Beberapa petani harus merelakan bibit padi yang disemai tak bisa ditanam atau terbuang percuma. Padahal jika kondisi cuaca normal, musim tanam sudah dimulai sejak November-Desember tahun lalu.
Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (PTPH) Kabupaten Lampung Selatan mencatat sekitar 20 ribu hektar lahan tanaman padi yang bisa tertanami musim ini. Beberapa kecamatan di Lamsel yang menjadi sentra padi, yakni Palas, Sragi, Ketapang, Sidomulyo dan Waypanji belum bisa mengolah lahannya.
Dinas PTPH Lamsel mengakui musim rendengan tahun ini mengalami kemunduran. Meski demikian, Dinas PTPH Lamsel menyatakan petani di Lamsel masih ada waktu hingga Februari mendatang untuk melakukan penanaman.