
Pembangunan lokasi tersebut menurut Erdiyansah tetap memperhatikan sisi historis daerah tersebut yang awal mulanya merupakan kawasan pesisir pantai. Ia bahkan mengungkapkan dermaga Boom sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang sebagai lokasi pendaratan kapal kapal perang. Lokasi yang saat ini ramai tersebut bahkan masih menyisakan beberapa bangunan yang menjadi saksi bisu lokasi tersebut sebagai sebuah dermaga di masa lalu meski sebagian sudah tergusur dan hilang.
Salah satu benda atau situs yang masih dipertahankan dan masih ada di lokasi wisata Kuliner Kalianda berupa Batu Kodok serta Batu Ceper. Menurut Erdiyansah yang diamini oleh tokoh pemuda di dermaga Boom Kalianda, Gepeng dan Aang, Batu Kodok menurut sejarah merupakan kearifan lokal warga Boom Kalianda. Meskipun sebagian besar pengunjung tidak mengetahui persis lokasi batu tersebut dan alasan kenapa batu tersebut tidak dipindah serta dihancurkan meskipun pembangunan dermaga Boom Kalianda telah berkali kali mengalami perubahan.

“Setiap orang yang datang ke sini jarang yang mengetahui bahwa di sini ada situs Batu Kodok, batu ceper dan juga ada mercusuar serta tong pelampung yang pernah ada di lokasi ini,”ungkap Erdiyansah.
Batu Kodok yang saat ini berlokasi di belakang tulisan Kuliner Kalianda yang terbuat dari batu alam berukuran tinggi sekitar 2 meter tersebut merupakan sebuah taman dengan berbagai tanaman bunga penghias diantaranya Palem, Ketapang, Cemara, Serut serta pohon hias lainnya. Sebuah taman menghadap ke laut dengan bangunan peneduh menjadikan batu kodok dan batu ceper tidak terlihat dan bahkan tersembunyi di bawah pohon Ketapang.

Aang dan Gepeng mengakui, sebagai warga di sekitar dermaga Boom Kalianda, Batu Kodok dan Batu Ceper merupakan batu yang berada di tengah laut dan muncul saat air surut. Ia mengungkapkan kala itu batu kodok berada sekitar 60 meter dari bibir pantai dan menjadi sebuah patokan untuk para pemuda yang suka bermain di bibir pantai dan berenang. Batu kodok dan batu ceper sering digunakan untuk lokasi berhenti saat berenang bagi anak anak pantai dermaga Boom Kalianda.
“Kami waktu itu mempercayai jika anak anak yang sudah bisa berenang mencapai batu kodok dan kembali lagi dengan cara berenang berarti anak tersebut sudah cukup dewasa sebagai anak pantai,”ungkap Aang.
Kearifan lokal yang masih dijaga oleh masyarakat di lokasi tersebut yang tergerus oleh pembangunan akhirnya tetap mempertahankan lokasi Batu Kodok yang dari jauh menyerupai kodok atau katak sedang duduk. Sementara mercusuar yang menjadi peninggalan sudah tak ada lagi semenjak tahun 1980an dan tong pelampung yang dahulunya ada pun sudah dipindahkan oleh pihak kesyahbandaran.

“Sebagai warga Kalianda khususnya yang tinggal di wilayah ini Batu Kodok tidak kami perkenankan dihancurkan dan dipindah sehingga tetap dipertahankan meski bangunan permanen dibangun di dermaga Boom,”ungkap Erdiyansah.
Pengunjung yang mengetahui keberadaan batu kodok serta batu ceper tersebut memanfaatkan lokasi tersebut untuk berfoto. Erdiyansah mengaku akan mengusulkan kepada pihak terkait untuk memberi nama pada situs yang dianggap bersejarah bagi warga di sekitar Kalianda untuk menjaga kearifan lokal warga sekitar meskipun perkembangan zaman telah mengubah lokasi tersebut menjadi sebuah tempat wisata modern.
Selain lokasi wisata Kuliner Kalianda yang terus dibenahi dengan menyimpan sebuah situs Batu Kodok, Erdiyansah mengaku akan membenahi situs sejarah Goa Jepang yang ada di Desa Maja Kecamatan Kalianda. Goa Jepang serta sebagian peninggalan Jepang di kawasan tersebut selama ini kurang terawat dan jika diperbaiki maka akan menjadi sebuah destinasi wisata sejarah tentang pendudukan Jepang di Lampung Selatan.