Kisah Anak Koin di Pelabuhan Bakauheni

Koin yang dikumpulkan dari dasar laut

CENDANANEWS (Lampung) – Aktifitas para pencari koin yang kerap disebut silem atau anak koin yang mengharap recehan dari para penumpang kapal Pelabuhan Bakauheni maupun Merak sudah menjadi pemandangan biasa. Tak mengherankan anak anak yang berumur belasan tahun, hanya bercelana pendek tanpa baju berlari kian kemari di atas dek kapal untuk mencari penumpang yang berkenan memberi mereka uang recehan berupa koin ataupun berupa uang kertas dengan cara melemparnya ke dalam laut.
Puluhan anak koin di Pelabuhan Bakauheni serta Pelabuhan Merak menurut manager operasional PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Bakauheni, Heru Purwanto merupakan aktifitas berbahaya karena penuh resiko saat melompat dari kapal atau berada di sekitar kapal. Namun meskipun dilarang dan kerap diusir oleh security pelabuhan namun kerap para pencari koin tersebut kembali dan melanjutkan pekerjaan yang penuh resiko tersebut.
“Sudah dilarang dan kadang dihalau agar tidak lagi melakukan aksi lompat dari kapal untuk mendapat uang yang dilempar penumpang, tapi namanya mau cari makan kadang mereka nekat,” ujar Heru Purwanto, Kamis (30/4/2015).
Anak selam menunggu lemparan Koin dari penumpang
Tak hanya di Bakauheni, di pelabuhan Merak Banten pun aktifitas serupa dilakukan oleh anak anak pencari koin. AKtifitas anak anak yang masih bersekolah tersebut biasanya dilakukan pagi hingga sore hari. Bagi yang masih bersekolah aktifitas dilakukan setelah mereka bersekolah, alasan lainnya karena pagi hari kondisi air di pelabuhan masih cukup dingin. 
Dalam sehari pendapatan dari menjadi pencari koin atau silem menurut Angki(15) bisa mencapai Rp30.000,- hingga Rp50.000,- tergantung banyak tidaknya penumpang kapal.  Uang tersebut dipakai Angki untuk uang jajan sekolah serta biaya sekolah mengingat orangtuanya bekerja serabutan.
Angki bersama kawan kawannya diantaranya Andi, Aden, Beni serta beberapa kawan lainnya melakukan aksi dengan melompat dari atas kapal lalu mengambang dan berenang di air laut sekitar kapal untuk menunggu penumpang melempar koin. Jika koin koin tersebut sudah dilempar maka dengan sigap mereka mengejarnya dengan cara menyelam. Pergerakan uang koin tersebut terkadang bisa dikejar, ditangkap dan terkadang disimpan ke dalam mulut sementara atau ke dalam kantong khusus yang diikatkan dipinggang.
Namun tak jarang ratusan koin yang dilempar oleh para penumpang kapal tersebut tidak terkejar dan jatuh hingga ke dasar laut yang mencapai kedalaman 8 meter lebih. Koin koin tersebut tidak diambil oleh para silem atau anak koin dan akan diambil oleh pencari koin dengan alat penyelaman khusus. Penyelam dengan alat khusus ini menjadi “penyapu” koin koin yang tenggelam ke dasar laut yang tak berhasil diambil oleh pencari koin lainnya.
Jika penyelam profesional menggunakan tabung oksigen khusus, maka penyelam untuk mencari koin ini menggunakan kompresor yang digerakkan dengan tenaga premium. Adalah Joni, Endi, Cencen, Kodir dan Beni yang biasa melakukan kegiatan tersebut.
Berbekal sebuah perahu bercadik kelima orang tersebut menunggu setiap kapal yang bersandar. Kelima orang tersebut berbagi tugas, dua menyelam menggunakan selang khusus yang terhubung ke kompresor untuk alat bantu pernapasan, sementara kedua lainnya menjaga perahu dengan membuang air yang masuk ke perahu, mejaga mesin kompresor, kawan lainnya menjadi pencari koin sekaligus memberi tanda koin yang tidak tertangkap saat dilempar oleh penumpang.
“Kami memiliki tugas masing masing, sehingga hasilnya kami bagi rata sementara dan beda dengan anak koin yang loncat dari kapal hasilnya menjadi milik sendiri,” ungkap Endi. 
Dalam sekali penyelaman Endi mengungkapkan biasanya mendapatkan uang sekitar Rp50.000,- hingga Rp100.000,- setiap harinya. Hasil tersebut diperoleh dari dasar laut dari koin koin yang tak bisa diambil oleh para anak koin yang ada di permukaan. Selanjutnya koin koin tersebut dimasukkan dalam botol plastik untuk dikumpulkan.
Karena berada di dasar laut tak jarang koin yang ditemukan beberapa diantaranya sudah berkarat yang besar kemungkinan sudah terendam selama berminggu minggu dan bercampur lumpur dan pasir. Penyelaman dengan menggunakan kompresor yang memberi bantuan pernapasan membuat para pencari koin tersebut bisa berlama lama di dasar laut tergantung lamanya kapal bersandar.
“Kami melakukan penyelaman selama kapal sandar untuk menaikkan penumpang saat berangkat ada kode tertentu yang diberikan sehingga kami naik ke permukaan untuk menepi,” ujar Endi.
Setelah kapal berlayar Endi dan kawan kawannya menepi untuk istirahat, minum atau makan. Uang uang recehan berupa koin yang didapat pun beraneka ragam mulai dari pecahan Rp50,- Rp100,- yang jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan koin.
Jika kapal lain bersandar maka pencari koin pun kembali merapat ke sekitar kapal untuk melakukan aktifitasnya bersama anak anak koin lainnya hingga sore hari. Mereka akan berhenti saat hari mulai gelap dan sebelum pulang uang hasil penyelaman akan dibagi rata dan dikurangi untuk membeli bensin yang rata rata menghabiskan sebanyak 3 liter bensin untuk menghidupkan kompresor.

Aktifitas yang mereka lakukan dari pagi hingga sore hari dilakukan untuk memburu berkah di air laut yang sudah tercemar oleh berbagai kotoran itu. Aktifitas tersebut pun terus dilakukan meskipun terkadang harus kucing kucingan dengan petugas pelabuhan yang melarang mereka melakukan aktifitas berbahaya tersebut baik pencari koin yang meloncat dari kapal atau pencari koin dengan kompresor.
Uang hasil penyelaman tersebut menurut Endi digunakan untuk keperluan keluarganya sebab Endi dan salah satu kawannya sudah menikah. Sementara ketiga kawannya dipergunakan untuk sekolah. Mereka mengaku tak tahu akan sampai kapan melakukan aktifitas yang juga dilakukan anak anak seusia mereka baik di pelabuhan Bakauheni maupun Pelabuhan Merak.

———————————————————
Kamis, 30 April 2015
Jurnalis : Henk Widi
Fotografi : Henk Widi
Editor : ME. Bijo Dirajo
——————————————————-

Lihat juga...