Cerita Lama Imlek di Kota Lama Kendari

CENDANANEWS, J.N Vosmaer seseorang berkebangsaan Belanda tertarik dengan sebuah teluk yang indah lalu kemudian memberinya nama ‘Vosmaer Baai’ yang kemudian kita kenal sebagai Teluk Kendari. J.N Vosmaer kemudian membangun pelabuhan, rumah peristirahatan, Istana Raja Tebau pada tahun 1832. Seiring waktu kota itupun semakin berkembang, lalu lintas perdagangan menjadi ramai, banyak pedagang Bugis dan Tionghoa datang lantas menetap di kawasan itu. Kawasan inilah yang kita kenal dengan ‘Kota Lama’ Kendari.
Kawasan kota lama Kendari mayoritas dihuni penduduk etnis Tionghoa yang sudah turun temurun, rata-rata mereka adalah pengrajin emas dan perak berkualitas tinggi berasal dari pertambangan Sulawesi Tenggara dan terkenal hingga ke negeri Belanda. Kota lama ini juga menjadi model persatuan dan persaudaraan antara penduduk bersuku asli Tolaki mayoritas Muslim dengan warga etnis Tionghoa yang berbeda keyakinan agama. Dari logat maupun cara bersikap penduduk etnis tionghoa sangat ramah dan sukar dibedakan dengan penduduk asli suku Tolaki.
Saya sejak kecil selalu bermain dibukit bersama teman-teman penduduk asli yang tinggal diperbukitan, kami bermain di seputaran gua dan meriam peninggalan Jepang tutur Jefry Tanjung salah satu penduduk etnis Tionghoa kepada cendananews. Jefry bersama penduduk sekitar menolak penggusuran yang dilakukan pemerintahan provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) dengan membentuk wadah Komunitas Masyarakat Kota Lama Kendari untuk menyampaikan aspirasinya. Biasanya tiap tahun Imlek disini meriah, kini kami hanya bisa berdo’a agar pemerintah membatalkan rencananya. Saya dan juga penduduk kota lama kini was-was dan tak bisa tenang dengan rencana pemerintah untuk membangun Jembatan Bahtera Mas.
Sebagaimana diberitakan cendananews sebelumnya ikon ‘kota lama’ Kendari akan diratakan demi proyek prestisius Jembatan yang menghubungkan kedua sisi teluk Kendari. Proyek ini telah direncanakan sejak tahun 2010 dan pada awal 2014 Bapenas menganggarkan 1 trilyun untuk menyukseskan pembangunan ini, beberapa pertemuan pemprov dengan penduduk pemukim kota lama sudah dilakukan namun belum menemui titik kesepakatan. Jefry pun menambahkan bahwa pemerintah seperti tiba-tiba melakukan eksekusi padahal kita belum diajak bermusyawarah. Senada dengan hal tersebut sejarawan Basrin Melamba, MA juga menyesalkan tindakan pemprov yang terkesan buru-buru sehingga sejarawan maupun para tokoh masyarakat merasa kecewa akan hilangnya ikon bersejarah kota Kendari ini.
Bukan itu saja alasan demi kesejahteraan rakyat yang dielu-elukan pemerintah ramai-ramai dibantah oleh penduduk yang mencari nafkah dikawasan tersebut. Seorang pengendara ojek Adjie Untung (41) mengeluhkan kini pendapatannya tinggal setengah dari biasanya sebelum bangunan kota lama dibongkar. Begitu juga halnya dengan Pak Khairullah (50) yang kesehariannya sebagai pengemudi ‘Johnson’ sebutan untuk kapal motor penyeberangan teluk Kendari. Mau bilang apa kalo pemerintah berkehendak jawabnya dengan tatapan kosong. Kalo bisa pemerintah memberikan kompensasi kepada kami pengemudi Johnson ini agar bisa bikin modal untuk usaha lain imbuh pak Khairullah yang saat itu sedang menunggu penumpang langganannya.
Kini impian Jefry Tanjung dan teman-teman seperjuangannya dalam Komunitas Masyarakat Kota Lama menngantungkan harapannya kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari agar perayaan Imlek tahun ini membawa keberuntungan hingga tahun-tahun selanjutnya. Sehingga musik dan tarian barongsai terus meramaikan kota lama Kendari yang bersejarah.
———————————-
Sabtu, 14 Februari 2015
Penulis : Gani Khair
Editor : Sari Puspita Ayu
———————————
Lihat juga...