Sementara masyarakat dalam kawasan lain yang bersebelahan, bahkan bertetanggaan, memahami relasi Israil dan Palestina sebagai bentuk penjajahan. Konstitusi Indonesia mengamanatkan bahwa penjajahan harus dihapuskan. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Termasuk hak bangsa Palestina.
Dukungan Indonesia kepada Palestina didasarkan atas perilaku kolonialistik Israil. Bukan karena perbedaan agama atau perbedaan pandangan keagamaan.
Ketika isu Palestina dijustifikasi sebagai pertengkaran agama, digelorakan di kawasan yang dalam jumlah besar pandangan keagamannya akomodatif terhadap Israil, maka akan memicu perlawanan dengan motif keagamaan. Kasus Bitung adalah kegagalan komunikasi isu gerakan pro Palestina.
Kegagalan menyamakan persepsi isu gerakan. Bahkan diperlebar narasinya oleh pertengkaran keagamaan.
Problem kedua, hanya bisa di duga-duga. Atas dasar video yang beredar di medsos.
Backdrop rapat ormas lokal itu mengusung misi pemenangan capres tertentu. Bisa diduga gerakan aksi bela Palestina berkelindan dengan agenda politik. Maka memicu imbangan perlawanan dalam gerakan politik.
Kelompok pendukung politik yang berbeda menganggap rivalitas politik lawannya itu berkelindan dengan misi pertengkaran agama. “Lawan politik dan musuh agama,” layak pula untuk dimusui. Mungkin ada yang berfikir begitu.
Bagaimana solusi atas masalah itu?. Ada tiga yang bisa kita lakukan.
Pertama, pisahkan isu Palestina dengan isu pertengkaran agama. Isu palestina merupakan isu kemanusiaan dan anti kolonialisme. Sebagai isu universal ummat manusia.
Kedua, pisahkan gerakan aksi bela Palestina agar tidak berkelindan dengan gerakan politik aliran. Gerakan aksi bela Palestina murni gerakan kebangsaan melawan kolonialisme dan anti kemanusiaan. Gerakan mewujudkan amanat konstitusi Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia yang adil dan abadi.