Massa Mengamuk di Afsel, Menentang Seruan Pemerintah
Staf rumah sakit di wilayah terdampak tidak bisa bekerja, kata NHN, sehingga memperparah kelangkaan yang disebabkan oleh gelombang ketiga pandemi.
Ketika otoritas di Durban tampak tak berdaya menghentikan penjarahan, para penjaga berpistol yang berasal dari kalangan minoritas kulit putih, memblokade jalan untuk mencegah penjarahan meluas, seperti tampak dalam siaran TV. Seorang pria berteriak “pulang dan lindungi rumahmu”.
Warga lainnya berkumpul di depan toko-toko swalayan menunggu toko dibuka agar mereka bisa membeli kebutuhan pokok untuk persediaan.
Kemiskinan dan kesenjangan yang memicu kerusuhan telah diperparah oleh pembatasan ekonomi dan sosial untuk mencegah COVID-19.
Perwakilan Perserikatan Bangsa Bangsa di Afsel menyatakan kekhawatiran bahwa gangguan transportasi bagi pekerja yang disebabkan oleh kerusuhan itu akan meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan.
Kerusakan Ekonomi
Kilang terbesar Afsel SAPREF di Durban telah ditutup sementara, kata seorang pejabat industri, Rabu.
Nilai tukar rand berada di titik terendah tiga-bulan pada sesi pagi perdagangan Rabu, sebuah kemunduran bagi salah satu mata uang berkinerja baik selama pandemi itu. Obligasi pemerintah juga sedikit melemah.
Wali Kota Ethekwini, kotamadya tempat Durban berada, memperkirakan bahwa kerugian akibat kerusakan properti mencapai 15 miliar rand (Rp14,8 triliun) dan miliaran rand lagi dari penurunan harga saham.
Sekitar 40.000 entitas bisnis terdampak oleh kerusuhan itu, kata dia.
“Sebagian besar dari mereka mungkin tak pernah bisa pulih,” katanya, Rabu, seraya menambahkan bahwa 130.000 orang bisa kehilangan pekerjaan.