Djokovic Jinakkan Shapovalov, Bertemu Berrettini di Final Wimbledon

“Saya akan memberinya tepuk tangan meriah untuk semuanya yang telah dia lakukan hari ini dan juga dua pekan ini. Kita akan sering melihat dia di masa depan, dia adalah pemain luar biasa.”

Apabila meraih titel di Wimbledon, Djokovic tinggal butuh kemenangan di US Open untuk menjadi petenis ketiga dalam sejarah, dan pertama sejak 1969, yang melengkapi kalender Grand Slam.

Djokovic juga memiliki peluang melengkapi Golden Slam apabila ia menang di Olimpiade nanti.

“Saya mencoba memaksimalkan kemampuan saya di setiap pertandingan dan melihat apa yang terjadi,” kata Djokovic.

“Di tahap karier saya sekarang, Grand Slam adalah segalanya dan saya merasa sangat terhormat membuat sejarah di olahraga yang sangat saya cintai ini.”

Shapovalov yang bermain kidal tak menunjukkan tanda-tanda gugup kendati tampil di semifinal pertama Grand Slamnya dan dengan bekal rekor 0-6 melawan petenis nomor satu dunia itu.

Mengandalkan backhand dan forehand ke garis, dia mendominasi set pertama setelah membuat break di gim ketiga dan serve untuk ketika 5-4.

Ia hampir mengunci set pembuka tapi sayangnya ia tak terlalu memiliki naluri seperti seorang juara Grand Slam.

Sejumlah groundstroke yang lemah memungkinkan Djokovic menyamakan kedudukan dan mengambil alih tiebreak setelah memenangi reli baseline dengan skor 4-2.

Shapovalov mengakhiri set tersebut dengan double fault.

Shapovalov gagal mengambil lima break point di set kedua dan Djokovic membalas. Dia membuat break untuk 6-5 berkat double fault dan mengamankan set tersebut sebelum sang petenis Kanada melampiaskan kekesalannya kepada wasit dan melabeli sang ofisial sebagai “lelucon”.

Lihat juga...