Bantu Ekonomi Keluarga, Perempuan Lamakera Produksi Jagung Titi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Safrida menyebutkan, menurunnya harga jual ikan dan sulitnya memasarkan ikan hasil tangkapan ke luar daerah, membuat pendapatan nelayan di Lamakera menurun.
“Apabila Jagung Titi tidak dibeli, maka warga menyimpannya dengan cara digantung di dalam rumah saja, sebab tidak mungkin dijual ke desa lainnya,” ujarnya.
Safrida, saat ditanya apakah tidak menjual ke Waiwerang, Ibu kota Kecamatan Adonara Timur yang berada di Pulau Adonara yang hanya terpisah laut dengan Lamakera di Pulau Solor, dia pun menggelengkan kepala.
Menurutnya, Jagung Titi banyak diproduksi warga di Pulau Adonara sehingga tidak mungkin menjualnya ke Pulau Adonara dan wilayah lainnya di Pulau Solor. Karena hampir semua desa selalu saja ada perempuan yang memproduksi Jagung Titi.
“Penjualan Jagung Titi memang tidak stabil. Kalau sehari laku satu kantong saja, maka sebulan bisa 30 kantong dan memperoleh pendapatan Rp1,5 juta. Tapi rata-rata sebulan paling banyak hanya Rp1 juta saja,” ucapnya.
Siti dan Safrida mengaku, sejak pandemi Corona pendapatan dari menjual Jagung Titi hanya Rp500 ribu saja, bahkan bisa kurang.
Keduanya menyebutkan, jika membeli jagung di Waiwerang dengan harga Rp10 ribu menggunakan ukuran 3 wadah plastik berukuran kecil.
“Dengan modal Rp20 ribu untuk beli jagung, baru bisa menghasilkan satu kantong plastik Jagung Titi. Jadi, satu kantong plastik Jagung Titi keuntungannya Rp30 ribu,” ungkap Safrida.
Jagung Titi merupakan makanan lokal yang diproduksi warga etnis Lamaholot yang meliputi Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Alor.
Jagung Titi diproduksi dengan cara menggoreng jagung di tembikar yang dibuat dari periuk tanah. Saat jagung hampir matang, menggunakan tangan, jagung diambil dan ditumbuk (titi) hingga berbentuk lempeng.