Legislator Jelaskan Penghapusan Periodisasi Masa Jabatan Hakim MK

JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menjelaskan penghapusan Pasal 22 dari UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dalam revisi UU tersebut karena jabatan hakim konstitusi adalah puncak pengabdian bagi seseorang sehingga masa jabatannya sampai waktu pensiun.

Oleh karena itu, menurut dia, seorang hakim konstitusi tidak lagi memikirkan capaian apa yang hendak diraih setelah selesai bertugas, dan tidak berpikir ingin menjadi pejabat tertentu karena sudah selesai dengan urusan karier dan politik.

“Menghilangkan Pasal 22 dalam revisi UU MK sehingga masa jabatan hakim konstitusi hingga 70 tahun, ada dasar pemikirannya bukan barter politik,” kata Taufik Basari dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU Mahkamah Konstitusi: Bagaimana Memperkuat Kekuasaan Kehakiman?” di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Dalam Pasal 22 UU MK disebutkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Dalam revisi UU MK, Pasal 22 dihapus, dan ketentuan masa jabatan hakim konstitusi hingga umur 70 tahun diatur dalam Pasal 23 Ayat (1) c dalam revisi tersebut.

Taufik mengatakan bahwa konsep masa jabatan hakim konstitusi hingga pensiun itu juga sama dengan yang berlaku di Mahkamah Agung, yang sama-sama menurut konstitusi merupakan pelaku kekuasaan kehakiman.

Dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011 dinyatakan bahwa ketentuan mengenai syarat usia minimum hakim konstitusi sebagaimana diatur pada Pasal 15 Ayat (2) Huruf d adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy).

Selanjutnya, dalam Putusan MK nNmor 7/PUU-XI/2013, amar putusannya menyatakan Pasal 15 Ayat (2) Huruf d inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 47 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan pertama”.

Lihat juga...