INDEF Menilai Omnibus Law Rugikan Buruh
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
JAKARTA — Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid menilai Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang sedang disusun pemerintah banyak merugikan buruh atau pekerja Indonesia.
“Saya sendiri menyakini bahwa draft RUU omnibus law, intinya sama. Namun mungkin belum dianggap resmi oleh pemerintah, padahal ada kebijakan yang merugikan pekerja kita,” kata Tauhid pada diskusi online INDEF bertajuk ‘Omnibus Law Ciptakan Lapangan Kerja’ pada Sabtu (25/1/2020).
Pertama yakni sebut dia, terlihat dari draft pembahasan tentang kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah. Kausal ini menurutnya, tidak cukup, mengingat beberapa daerah terkadang dalam periode tertentu pertumbuhannya negatif, sedangkan inflasi tetap terjadi.
“Artinya, tidak mungkin upah minimum menjadi negatif pertumbuhannya atau lebih rendah. Sehingga ke depan paling tidak tetap memperhatikan inflasi yang terjadi,” ujarnya.
Adapun isu kedua, adalah pekerja dengan masa kerja diatas satu tahun mengikuti upah sesuai dengan struktur upah dan skala upah pada masing-masing perusahaan.
Itu artinya menurut Tauhid, upah dapat dinegosiasikan. Sehingga ini perlu diatur lebih detail mengingat kemungkinan upah dapat berada di bawah upah minimum, mengingat supply tenaga kerja banyak.
“Sehingga selalu ada ruang bagi perusahaan untuk negosiasi. Ini dikhawatirkan menjadi jalan bagi pengusaha untuk menekan pekerja dengan asumsi kinerja perusahaan yang tidak dalam kondisi baik,” ujarnya.
Terkait kebijakan ini menurutnya, perlu diatur lebih lanjut mekanisme detail struktur upah dan skala upah pada masing-masing perusahaan.