Hindari Polusi Cahaya, Revitalisasi Observatorium Butuh Perhatian Semua Pihak
Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Perkembangan tata ruang suatu wilayah, biasanya akan tegak lurus dengan kebutuhan pencahayaan. Semakin berkembang suatu wilayah, maka biasanya akan membutuhkan semakin banyak sumber cahaya.
Hal ini juga menjadi isu penting dalam program revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang melibatkan Planetarium dan Observatorium Jakarta. Dimana, polusi cahaya karena banyaknya instalasi pencahayaan berpotensi mengganggu proses pengamatan langit.
Kepala Pusat Studi Astronomi, Universitas Ahmad Dahlan, Yudhyakto Pramudya, PhD memaparkan, bahwa pengaturan instalasi cahaya bagi pembangunan planetarium dan observatorium membutuhkan komunikasi antar-stakeholder.
“Membutuhkan kerelaan hati untuk semua pihak duduk bersama dan memahami apa yang dibutuhkan pengguna. Kita harus do the best or nothing. Jadi bangun apa saja tidak masalah, asal tidak menghalangi horison pengamatan,” kata Yudhy saat acara FGD di Planetarium dan Observatorium Jakarta, Sabtu (19/10/2019).
Dan yang penting juga adalah bagaimana pencahayaan juga tidak mengganggu proses pengamatan.
“Pengalaman saya membangun observatorium, pemilihan lampu yang sesuai itu sangat penting. Kalau menghalangi, ya silakan bongkar saja, karena tidak ada manfaatnya,” kata Yudhy tegas.
Kepala UPT Observatorium ITERA Lampung, Dr. Hakim Luthfi Malasan, menyebutkan, instalasi pencahayaan memang merupakan masalah krusial bagi observatorium.
“Potensial konflik memang pada lighting, karena kegiatan observasi astronomi memang membutuhkan wilayah yang bebas polusi cahaya,” kata Hakim.
Hakim memandang masalah polusi cahaya ini lebih berkaitan pada perilaku. Dimana, selama ini tidak ada edukasi terkait polusi cahaya pada masyarakat.