“Kegelapan tidak dapat diusir dengan kegelapan, melainkan cahaya,” kata siswa sekolah, Okirnaro Tilaia di hadapan kerumunan. “Kebencian tidak dapat mengusir kebencian, hanya kasih sayang yang bisa melakukannya.”
Sebelumnya pada hari itu lebih dari 1.000 orang berkumpul dalam aksi protes terhadap rasisme di Auckland tengah, membawa plakat bertuliskan “Kehidupan migran penting” dan “Pengungsi disambut di sini.”
Muslim menyumbang hanya 1 persen dari 4,8 juta populasi Selandia Baru, menurut sensus 2013, kebanyakan dari mereka lahir di luar negeri.
Saat Selandia Baru terus diselimuti awan duka dan mengajukan pertanyaan bagaimana serangan seperti itu bisa terjadi di negara Pasifik yang damai ini, keluarga korban berbicara tentang kehilangan mereka.
Shahadat Hossain, saudara kandung Mojammel Haque yang tewas dalam serangan itu, tiba di Selandia Baru pada Sabtu. Kedatangannya untuk menjemput jasad saudaranya kembali pulang ke Bangladesh.
“Saya tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan saya saat melihat tubuh saudara saya sudah tak bernyawa,” katanya. “Saya sangat terpukul.”
Sementara itu, Farid Ahmed, yang berada di masjid An-Nur saat penembakan berlangsung, berhasil menyelamatkan diri. Namun istrinya Husna, turut tewas dalam peristiwa naas tersebut. Pada Minggu, ia mengunjungi tetangganya satu persatu untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka atas dukungan yang diberikan padanya.
“Mereka berlari… mereka menangis, mereka dihujani air mata,” katanya tentang para tetangga saat mereka tahu bahwa Husna menjadi korban tewas.
“Itu adalah dukungan yang luar biasa dan ekspresi kasih sayang, dan saya merasa bahwa saya juga harus mengambil kesempatan untuk mengatakan kepada mereka bahwa saya juga menyayangi mereka,” katanya. (Ant)