Tingginya Konsumsi Unggas di Jakarta, Tingkatkan Risiko Flu Burung

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan – Dok: CDN
JAKARTA – Badan Pangan Dunia (FAO) bersama Kementerian Pertanian, Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika (USAID) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mengadakan program Ayam ASUH, dalam rangka berkontribusi untuk upaya ketahanan pangan Indonesia.
Program Ayam ASUH merupakan kampanye proses penyediaan daging ayam maupun unggas lainnya, dengan memenuhi standar Aman, Sehat dan Utuh (ASUH).
Kampanye Ayam ASUH dilaksanakan dalam kegiatan bertajuk Festival Road to Zero Hunger di Taman Menteng Jakarta pada Minggu (7/10), menjelang perayaan Hari Pangan Sedunia atau World Food Day (WFD) yang dieringati setiap 16 Oktober.
Festival tersebut dibuka langsung oleh Gubernur DKI, Anies Baswedan dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan masyarakat, guna mencapai dunia yang bebas kelaparan (ZeroHunger) pada 2030, salah satunya melalui program Ayam ASUH.
Gubernur DKI, Anies Baswedan, menjelaskan, Pemprov DKI bersama dengan FAO ECTAD Indonesia dan Kementerian Pertanian sudah sejak 2009 mengampanyekan pentingnya konsumsi daging Ayam ASUH, sekaligus melakukan restrukturisasi pasar.
“Karena seperti yang kita ketahui, konsumsi unggas di Jakarta ini cukup tinggi. Jadi, semakin banyak unggas hidup beredar di DKI, semakin meningkatkan risiko terjadinya kasus flu burung,” kata Anies.
Menurut Anies, rata-rata unggas hidup yang masuk ke Jakarta mencapai satu juta ekor per hari, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kondisi itu yang mendorong Pemprov DKI menerbitkan Peraturan Daerah No. 4/2007, untuk mengendalikan pergerakan dan perdagangan unggas hidup di DKI Jakarta.
“Ini kami lakukan, agar DKI bebas flu burung, sekaligus menjamin ketersediaan produk unggas yang aman dan sehat bagi warga Jakarta,” ujar dia.
Seperti diketahui, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, dalam 11 tahun terakhir, telah terjadi 200 kasus flu burung pada manusia di Indonesia, yang menyebabkan 168 kematian.
Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah dengan jumlah kasus flu burung tertinggi di Indonesia. Hal ini diduga sebagai dampak dari tingginya tingkat perdagangan unggas melalui pasar unggas hidup yang memasuki DKI.
Langkah lain yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI, dalam mewujudkan gerakan ketahanan pangan di Ibukota, yaitu melalui pengembangan konsep pertanian perkotaan (urban farming).
Konsep itu memanfaatkan keterbatasan lahan dan mengatasi ketergantungan pasokan pangan dari daerah lain. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI juga melakukan kolaborasi partisipatif dengan dunia usaha dan lembaga kemasyarakatan, untuk mengendalikan harga pangan.
Senada dengan Gubernur DKI, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif, menambahkan hasil surveilans virus flu burung di pasar unggas di wilayah Jabodetabek yang telah dilakukan sejak 2009 sampai saat ini, menunjukkan virus tersebut banyak ditemukan di pasar dengan prosentase 60-70 persen.
Sarana dan prasarana seperti kendaraan pengangkut unggas serta tempat penampungan dan pemotongan unggas, dinilai berpotensi tinggi menyebarkan virus flu burung kepada konsumen, jika mengangkut atau menjual unggas yang tertular flu burung.
Stephen Rudgard, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia, menjelaskan, bahwa melalui program restrukturisasi pasar, FAO telah bekerja untuk meningkatkan kapasitas pelaku pasar dan rumah pemotongan hewan, untuk melakukan pemotongan unggas, pembersihan dan disinfeksi kendaraan transportasi unggas, meningkatkan kebersihan pasar dan kualitas sanitasi, dan meningkatkan kesadaran konsumen dan penjual unggas.
“Dengan meningkatkan kualitas pemrosesan unggas di sepanjang rantai pasar, kami menyakini hal ini akan berkontribusi positif terhadap tujuan besar untuk memberantas kelaparan dan menyediakan pangan sehat untuk semua orang pada 2030,” katanya. (Ant)
Lihat juga...