Demo UU MD3 di Depan MK, PMII Sebut Demokrasi Mati di Tangan DPR
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
JAKARTA — PMII yang menggelar aksi demo di depan Gedung Mahkamah Konstitusi menyuarakan kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang menjadi simbol demokrasi kini telah mati di tangan DPR.
Hal ini terbukti dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratn Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Pada revisi UU MD3 tersebut terdapat beberapa pasal yang mengkriminalisasi hak berpendapat rakyat, di antaranya pasal 73, pasal 122 huruf (R) dan pasal 245.
“Pada Pasal 73 DPR akan menggunakan Kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa bahkan melakukan penyanderaan selama 30 hari terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan Anggota DPR. Hal ini bertentangan dengan peran dan fungsi DPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 20A UUD 1945,” kata Agus Mulyono Herlambang dalam orasinya di depan Gedung MK, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Di mana dalam UUD disebutkan, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan. Sehingga Berdasarkan pasal tersebut DPR tidak memiliki fungsi untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan Anggota DPR.
“Apabila pasal tersebut tetap digunakan maka rakyat akan dengan mudah dikriminalisasi dengan dalil tak mengindahkan panggilan DPR sehingga masyarakat tidak akan punya keberanian untuk mengontrol perilaku DPR yang telah dipilih oleh rakyat itu sendiri,” jelasnya.