ORI Temukan Gejala Mal-Administrasi Data Beras

JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI), menemukan gejala mal-administrasi dalam pengelolaan data stok dan rencana impor beras 500.000 ton.

Anggota Ombudsman R,I Ahmad Alamsyah Saragih, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/1/2018), mengatakan, pihaknya telah melakukan upaya pemantauan di 31 provinsi pada 10-12 Januari 2018 terkait rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah pada awal 2018.

Hal itu dianggap penting, mengingat kebijakan impor beras kerap kali menuai kontroversi, di mana Menteri Pertanian menyatakan beras cukup bahkan surplus, tetapi Menteri Perdagangan menyatakan stok langka sehingga diperlukan impor.

“Dari peta keluhan perdagangan, stok beras pas-pasan, tidak merata, dan harga meningkat tajam sejak Desember. Menyikapi kenyataan tersebut, Pemerintah telah mengambil kebijakan impor beras dan melakukan operasi pasar massif oleh Bulog sesuai jumlah stok yang tersedia. Namun, Ombudsman melihat ada gejala maladministrasi dalam situasi ini,” ucapnya.

ORI melihat, telah terjadi penyampaian informasi stok yang tidak akurat kepada publik, pengabaian prinsip kehati-hatian, dan penggunaan kewenangan untuk tujuan lain.

Selain itu, pihaknya menilai terjadi penyalahgunaan kewenangan, prosedur tak patut/pembiaran, dan konflik kepentingan.

Karena itu, Ombudsman menyarankan agar pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mencegah terjadinya maladministrasi dan meluasnya ketidakpercayaan publik.

“Lakukan pemerataan stok, tingkatkan koordinasi dengan kepala daerah untuk mengatasi penahanan stok lokal secara berlebihan,” tuturnya.

Pihaknya juga menyarankan, agar dilakukan pengembalian tugas impor beras kepada Perum Bulog dan jika perlu diterapkan skema kontrak tunda (blanked contract).

Lihat juga...