Suitan Nyaring Gurih Manis, Kue Putu Tradisional Khas Semarangan
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
Hal tersebut setidaknya juga turut berimbas, pada penghasilan Jumadi. Jika beruntung, dalam sehari dirinya bisa menjual sekitar 600 potong kue putu. Dengan harga seribu per potong, setidaknya dirinya mendapat penghasilan kotor sekitar Rp 600 ribu.
“Hasilnya cukup banyak, tapi itu jualan dari siang sampai malam. Saya mulai jualan sekitar pukul 11.00 WIB, sampai pukul 22.00 WIB. Tapi terkadang, kalau harus jualan dari siang sampai malam, sudah tidak sanggup. Jadi biasanya, kalau sudah sore saya pulang , lalu digantikan anak yang berjualan,” tambahnya.
Namun, dirinya mengaku tidak setiap hari bisa menjual hingga 600 potong. Sering kali hanya sepertiga dari jumlah tersebut. “Ya, tetap saya syukuri , sebab ini juga rezeki, seberapa pun hasilnya,” terangnya.
Di lain sisi, untuk bisa berjualan kue putu, selain keberuntungan dengan berharap ada banyak pembeli, sektor fisik juga berpengaruh. Hal tersebut dibutuhkan karena harus berjalan berkeliling sembari memikul angkringan. “Ya awalnya berat, tapi lama-lama sudah terbiasa,” pungkasnya.
Sementara, salah seorang pembeli, Hariyati, mengaku setiap kali ada tukang kue putu lewat, dirinya selalu membeli. Selain karena suka dengan cita rasa kue tersebut, juga ada kenangan masa kecil.
“Dulu sewaktu saya masih kecil, juga sering beli di depan rumah, hingga sekarang sudah punya anak dua, juga masih suka beli. Rasanya tidak berubah dari dulu hingga sekarang, enak,” terangnya.
Dibanding kue putu dengan gula jawa, dirinya mengaku lebih suka yang polosan. Rasanya, lebih ke gurih asin. “Kalau saya yang polosan, lebih asli. Tapi kalau buat anak-anak saya belikan yang campur gula jawa, karena rasanya lebih manis, jadi mereka suka,” pungkasnya.