Ombudsman: Pungli dan Percaloan di NTB Masih Subur
Ternyata pada jam tersebut, formulir pembuatan paspor justru telah di tangan para calo untuk ditawarkan kepada masyarakat yang ingin membuat paspor secara cepat, tanpa melalui prosedur yang ada, dengan membayar sejumlah uang dengan nilai fantastis di luar ketentuan.
“Cara lain digunakan untuk menggiring masyarakat menggunakan jasa calo adalah dengan mensyaratkan kepada masyarakat pemohon paspor memiliki fotokopi paspor pihak yang menjadi tujuan pemohon”, katanya.
Lebih lanjut, Adhar menambahkan, praktik sama juga terjadi di kantor Disdukcapil Lombok Barat dan Lombok Timur, di mana setiap masyarakat yang hendak membuat KTP elektronik dalam hitungan cepat harus menggunakan jasa calo dengan membayar sejumlah uang, mulai dari Rp100 hingga 150 ribu tanpa melalui prosedur.
Kalau melalui jalur resmi jelas akan sulit, selain proses lama, petugas juga kerap mempingpong masyarakat dan sering mengatakan blanko KTP telah habis, padahal sebenarnya masih ada.
Adhar menduga, adanya praktik semacam inilah yang menjadi akar masalah masih banyaknya TKI ilegal, yaitu pra penempatan, betapa mereka demikian mudah mendapatkan paspor dan KTP, tidak peduli apakah prosedur untuk mendapatkannya sudah benar atau tidak.
“Untuk mendapatkan KTP, Paspor maupun KK, masyarakat tidak perlu datang ke kantor, tapi bisa mendapatkan di luar kantor, dengan hanya menghubungi orang tertentu yang memiliki jaringan ke dalam, tanpa harus mengantri, apalagi NTB merupakan salah satu kantong terbesar TKI”, katanya.
Terpisah, Kepala Kantor Imigrasi Mataram, Dudi Iskandar, menanggapi temuan Ombudsman tersebut, ia mengaku belum bisa berkomentar banyak, karena dirinya baru saja dilantik. “Saya belum bisa berkomentar banyak, sebab belum masuk, belum bertugas, belum mengetahui secara detail, nanti akan saya lihat masukan dari anggota saya serta merapatkan barisan”, ungkapnya.